Pendahuluan
Perdamaian tidak datang dengan
sendirinya.
Penegakkan perdamaian
butuh perjuangan. Umat beragama di seluruh
belahan dunia
dalam hal ini harus memeloporinya. Apalagi jika memang
umat beragama mengakui “Misi Perdamaian” melekat
pada diri agama-agama.
Dalam pandangan umum, kata damai bisa diartikan sebagai keadaan
tanpa perang. Ketika terjadi peperangan, sering kali muncul ungkapan semoga
kedua belah pihak bisa berdamai. Misalnya perang antar negara yang telah usai,
dikatakan kedua negara tersebut telah berdamai. Bahkan kini bersatu dan
melakukan pembangunan. Banyak para ahli mengatakan bahwa damai memang keadaan
tanpa perang (absentia beli). Namun makna ini sering dianggap kurang
cocok, sebab tidak ada perang belum tentu tidak ada konflik.
Pakar lain mengatakan bahwa makna damai harus juga mengarah kepada
keseimbangan, keadilan dan ketiadaan tekanan oleh satu kelompok kepada kelompok
lain. Tokoh Martin Luther King Jr, yang sering menyuarakan makna perdamaian
seperti ini.
Ada juga pandangan lain, bahwa damai
adalah suasana tanpa keributan atau kebisingan. Misalnya jika seorang
berkunjung ke pedesaan terpencil yg asri dan tenang, sering disebut desa itu
damai. suasananya sangat cocok untuk istirahat dan membuat pikiran tenang. Tidak
seperti di kota yang sering terjadi
kemacetan, kebisingan dan kesemerautan. Makna damai seperti ini tidak salah, namun
masih kurang mencakup permasalahan global. sebab bisa saja dalam desa yg
dikatakan damai tersebut pernah terjadi genosida
(pemusnahan suku).
Disisi lain perdamaian ternyata memberikan rangsangan untuk berperang.
Manusia berperang untuk mewujudkan
perdamaian. Agama yang seharusnya membawa keharmonisan, pemberi motivasi bersatu untuk perdamaian,
ternyata tak mampu menghindari
peperangan. Tragisnya, perang yang paling kejam dan
mengerikan adalah perang atas nama
agama.
Perdamaian Dalam Perspektif Islam
Perdamaian dalam konsep agama, agaknya cukup dengan memahami
makna bahwa semua agama mendambakan perdamaian, salah satunya ialah Islam. Seseorang
telah dapat mengetahui bahwa Islam adalah agama yang mendambakan perdamaian,
cukup dengan mendengarkan ucapan yang dianjurkan untuk disampaikan pada setiap
pertemuan. "assalamu 'alaikum" (Damai untuk Anda), seseorang
dapat menghayati bahwa kedamaian yang didambakan bukan hanya untuk diri
sendiri, tetapi juga untuk pihak lain. Kalau demikian, tidak heran jika salah
satu ciri seorang muslim, adalah seperti sabda Nabi Muhammad Saw: "Siapa yang menyelamatkan orang lain
(yang mendambakan kedamaian) dari gangguan lidahnya dan tangannya".
Perdamaian
merupakan salah satu ciri utama agama Islam. Ia lahir dari pandangan ajarannya
tentang Allah, alam, dan manusia. Allah yang menciptakan segala sesuatu
berdasarkan kehendak-Nya semata. Semua ciptaan-Nya adalah baik dan serasi,
sehingga tidak mungkin kebaikan dan keserasian itu mengantar kepada kekacauan dan
pertentangan. Dari sini bermula kedamaian di antara seluruh
ciptaan-Nya.
Makhluk hidup
diciptakan dari satu sumber. Manusia yang merupakan salah satu unsur yang hidup
itu, juga diciptakan dari satu sumber yakni thin
(tanah yang bercampur air).
Kehidupan manusia
melalui seorang ayah dan seorang ibu, sehingga manusia, bukan saja harus hidup
berdampingan dan harmonis bersama manusia lain, tetapi juga dengan makhluk
hidup lain, bahkan dengan alam raya, apalagi yang berada di bumi ini. Bukankah
eksistensinya lahir dari tanah, bumi tempat dia berpijak, dan kelak ia akan
kembali ke sana? Demikian ide dasar ajaran Islam, yang melahirkan keharusan
adanya kedamaian bagi seluruh makhluk.
Benar bahwa agama ini memerintahkan untuk
mempersiapkan kekuatan guna menghadapi musuh. Namun persiapan itu tidak lain
kecuali menurut istilah alquran adalah untuk menakut-nakuti mereka (yang
bermaksud melahirkan kekacauan dan dis-integrasi), firman Allah
Swt: “ Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan
persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah
mengetahuinya..”. QS.
Al Anfal [8]: 60.
Peperangan kalau terjadi tidak dibenarkan
kecuali untuk menyingkirkan penganiayaan, itupun dalam batas-batas tertentu.
Anak-anak, orang tua, kaum lemah, bahkan pepohonan harus dilindungi, dan atas
dasar ini, datang petunjuk Allah yang
menyatakan: “Dan
jika mereka condong kepada perdamaian, Maka condonglah kepadanya dan
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha mendengar lagi Maha
mengetahui”. QS. Al Anfal [8]: 61.
Di sisi lain
kata perdamaian dalam bahasa Arab diistilahkan dengan “As-Shulh”,
secara harfiah atau secara etimologi mengandung pengertian “memutus pertengkaran/perselisihan”.
Sedangkan menurut istilah (terminologi) didefinisikan oleh para ulama adalah
sebagai berikut:
1.
Imam Taqiy al-Din Abi Bakr ibn Muhammad
al-Husaini dalam kitab Kifayatu al-Akhyar yang dimaksud Al-Sulh adalah akad yang memutuskan perselisihan dua pihak yang
berselisih.
2. Hasbi Ash-Shidieqy dalam bukunya Pengantar Fiqh
Muamalah berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Al-Shulh adalah akad yang disepakati dua orang yang bertengkar
dalam hak untuk melaksanakan sesuatu, dengan akad itu dapat hilang
perselisihan”
3. Sayyid Sabiq berpendapat bahwa yang dimaksud
dengan Al-Shulh adalah suatu jenis
akad untuk mengakhiri perlawanan antara dua orang yang berlawanan.
Dasar hukum dianjurkannya perdamaian di antara
para pihak yang bersengketa ini dapat dilihat dalam ketentuan alquran dan
sunnah Rasul Saw. Perdamaian disyariatkan Allah sebagaimana yang tertuang di
dalam alquran surat: “Dan
kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu
damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap
yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut
kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya
menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang Berlaku adil. Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara.
sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan
takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat” QS.
Al Hujarat [49]: 9-10.
Rasulullah Saw
juga menganjurkan untuk melaksanakan perdamaian. Dalam hadis yang diriwayatkan
oleh Tirmizi, Rasulullah Saw bersabda: "Perdamaian diperbolehkan di antara kaum muslimin kecuali
perdamaian yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram. Dan kaum muslimin boleh menentukan syarat kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram." HR. Tirmizi,
No. 1272.
Pada prinsipnya perdamaian dalam Islam merupakan wujud dari
persatuan dan persaudaraan, persamaan, kebebasan, hubungan antar pemeluk
agama, pertahanan, hidup bertetangga, dan tolong menolong baik dikalangan antar
komunitas Islam dan komunitas lainnya. Sebab, jika
setiap komunitas memelihara dan melaksanakan hak dan kewajiban yang terkandung di dalam prinsip itu sendiri
akan terwujud.
Satu konsep
perdamaian dalam Islam tertuang dalam Piagam Madinah, dimana prinsip perdamaian
ini secara eksplisit yang harus dipatuhi oleh kaum muslimin. “Dan sesungguhnya
perdamaian orang-orang mukmin itu satu, tidak dibenarkan seorang mukmin membuat
perjanjian damai sendiri tanpa mukmin yang lain dalam keadaan berperang di
jalan Allah kecuali atas dasar persamaan dan keadilan di antara mereka” (pasal
17)
Ketetapan ini
dengan tegas menyatakan bahwa seluruh orang mukmin harus bersatu dan mengambil
bagian yang sama bila mengadakan perdamaian
dengan pihak lain. Hal ini bertujuan untuk memelihara keutuhan persatuan
dan persaudaraan mereka sebagai umat yang satu, yang memiliki persamaan hak dan
kewajiban.
Ketetapan lain
menekankan agar orang-orang mukmin gemar menerima dan memprakarsai perdamaian.
Teks Piagam Madinah menyatakan:
“Apabila mereka
(pihak musuh) diajak berdamai, mereka memenuhi ajakan damai itu dan
melaksanakannya, maka sesungguhnya mereka menerima perdamaian itu dan
melaksanakannya; dan sesungguhnya apabila mereka (orang-orang mukmin) diajak
berdamai seperti itu maka sesungguhnya wajib atas orang-orang mukmin (menerima
ajakan damai itu), kecuali terhadap orang yang memerangi agama (pasal 45)”
Artinya, bila orang-orang mukmin memprakarsai dan mengajak pihak musuh untuk
berdamai dan mereka menerima dan melaksanakannya, maka perdamaian itu sah.
Sebaliknya, jika pihak musuh meminta berdamai, maka orang-orang mukmin wajib
pula menerima dan melaksanakannya. Tetapi terhadap orang yang memerangi agama
tidak ada kompromi, mereka harus ditaklukkan sampai menyerah.
Ada lima poin
penting yang terkandung dalam dua ketetapan tersebut. Pertama, orang-orang
mukmin seluruhnya harus mencapai kata sepakat bila mereka mengadakan perdamaian
dengan pihak lain. Kedua, orang-orang mukmin harus memerankan dirinya
sebagai golongan yang berinisiatif dalam mewujudkan perdamaian. Ketiga, orang-orang
mukmin harus gemar dan bersedia menerima perdamaian yang ditawarkan oleh pihak
lain. Keempat, bila perdamaian diprakarsai oleh orang-orang mukmin
kemudian diterima dan dilaksanakan oleh pihak musuh, maka perdamaian itu sah
dengan persyaratan-persyaratan yang tidak merugikan semua pihak. Kelima, orang-orang
mukmin tidak boleh memprakarsai perdamaian dengan pihak yang memerangi agama,
atau menerima tawaran perdamaian mereka kecuali mereka menyerah.
Penutup
Dari uraian tersebut disimpulkan bahwa menerima
perdamaian atau cinta damai, memprakarsai dan mengusahakan perdamaian dalam
visi agama (alquran), adalah wajib bagi orang-orang
mukmin, baik perdamaian interen maupun perdamaian ekteren.
Dengan
demikian, perdamaian merupakan ajaran dasar yang penting dalam Islam untuk
mempererat persatuan dan solidaritas antarsesama manusia baik antarkelompok
sosial maupun antarbangsa, sehingga tercipta hubungan baik dan kerjasama yang
saling menguntungkan. Dalam hubungan ini Al Maududi menyatakan: “Muslimin diajak
hidup damai dan bersahabat. Jika kelompok non-muslim memperlihatkan sikap
bersahabat dan damai, muslimin juga harus bersikap ramah dan bersahabat dengan
mereka. Berurusan secara jujur dan adil”.
Karena itu,
dapat dikatakan baik Alquran dan Piagam Madinah
memandang bahwa perdamaian menjadi syarat utama terlaksananya hubungan baik dan
langgeng antara kelompok-kelompok sosial dan antarbangsa. Jadi, perdamaian
harus ditegakkan oleh umat Islam, baik di dalam tubuhnya sendiri maupun dengan
umat-umat lain. Karena perdamaian dalam Islam bersifat universal, tanpa batas,
dengan siapa pun boleh dilaksanakan.
0 komentar:
Post a Comment