Pages

Monday, October 19, 2015

Konsep Fitrah Dalam Alquran Oleh: Edi Sucipno


Konsep Fitrah Dalam Alquran
Oleh: Edi Sucipno
Substansi ajaran Islam pada intinya adalah menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Pada tataran aktualisasinya, martabat dan kemuliaan manusia akan terwujud manakala manusia tersebut mampu mendekatkan diri kepada Allah, karena memang dia berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Islam merupakan agama fitrah yang mengusung kemaslahatan bagi umat manusia.
Alquran yang merupakan sumber utama dalam Islam tak jarang berbicara mengenai fitrah, yang secara normative syarat dengan nilai-nilai transendental-ilahiyah dan insaniyah. Artinya, di satu sisi memusatkan perhatian pada fitrah manusia dengan sumber daya manusianya, baik jasmaniah maupun ruhaniah sebagai potensi yang siap dikembangkan dan ditingkatkan kualitasnya melalui proses humanisering sehingga keberadaan manusia semakin bermakna. Di sisi lain, pengembangan kualitas sumber daya manusia tersebut dilaksanakan selaras dengan prinsip-prinsip ketauhidan, baik tauhid rububiyah maupun tauhid uluhiyah.[1]
Pandangan Islam secara global menyatakan bahwa fitrah merupakan kecenderungan alamiah bawaan sejak lahir. Penciptaan terhadap sesuatu ada untuk pertama kalinya dan struktur alamiah manusia sejak awal kelahirannya telah memiliki agama bawaan secara alamiah yakni agama tauhid. Islam sebagai agama fitrah tidak hanya sesuai dengan naluri keberagamaan manusia tetapi juga dengan, bahkan menunjang pertumbuhan dan perkembangan fitrahnya. Hal ini  menjadikan eksistensinya  utuh dengan kepribadiannya yang sempurna.

Arti dan Makna Fitrah
Secara lughatan (etimologi) berasal dari kosa kata bahasa Arab yakni fa-tha-ra yang berarti kejadian”, oleh karena kata fitrah itu berasal dari kata kerja yang berarti menjadikan.[2] Pada pengertian lain interpretasi fitrah  secara etimologis  berasal dari kata  fathara yang sepadan dengan kata khalaqa dan ansy’a yang artinya mencipta. Biasanya kata fathara, khalaqa dan ansy’a digunakan dalam Al-Qur’an untuk menunjukkan pengertian mencipta, menjadikan sesuatu yang sebelumnya  belum ada dan masih merupakan pola dasar yang perlu penyempurnaan. Dalam Kamus al Munjid diterangkan bahwa makna harfiah dari fitrah adalah al Ibtida’u wa al ikhtira’u, yakni al shifat allati yattashifu biha kullu maujudin fi awwali zamani khalqihi. Makna lain adalah shifatu al insani al thabi’iyah. Lain daripada itu ada yang bermakna  al dinu wa al sunnah.[3]
Abu a’la al-Maududi mengatakan bahwa manusia dilahirkan di bumi ini oleh ibunya sebagai muslim (berserah diri) yang berbeda-beda ketaatannya kepada Tuhan, tetapi di lain pihak manusia bebas untuk menjadi muslim atau non muslim.[4] Sehingga ada hubungannya dalam aspek terminologi fitrah  selain memiliki potensi manusia beragama tauhid, manusia secara fitrah juga bebas untuk mengikuti atau tidaknya ia pada aturan-aturan lingkungan dalam mengaktualisasikan potensi tauhid (ketaatan pada Allah) itu, tergantung seberapa tinggi tingkat pengaruh lingkungan positif serta negatif yang mempengaruh diri manusia secara fitrah-nya.
Sehingga uraian Al-Maududi mengenai peletakan pengertian konsep fitrah secara sederhana yakni menunjukkan kepada kalangan pembaca bahwa meskipun manusia telah diberi kemampuan potensial untuk berpikir, berkehendak bebas dan memilih, namun pada hakikatnya ia dilahirkan sebagai muslim, dalam arti bahwa segala gerak dan lakunya cenderung berserah diri kepada Khaliknya.[5]
Mengenai fitrah kalangan fuqoha telah menetapkan hak fitrah manusia, sebagaimana dirumuskan oleh mereka, yakni meliputi lima ha: 1). Din (agama), 2) jiwa,  3). Akal,  4). Harga diri, dan  5). Cinta
Menurut Armai, bila interpretasi lebih luas konsep fitrah dimaksud bisa berarti bermacam-macam, sebagaimana yang telah diterjemahkan dan didefenisikan oleh banyak pakar di atas, di antara arti-artinya yang dimaksud adalah:        1) Fitrah berarti “thuhr’ (suci), 2) fitrah berarti  Islam”, 3) fitrah berarti “Tauhid” (mengakui keesaan Allah), 4) fitrah berarti “Ikhlash” (murni), 5) fitrah berarti kecenderungan manusia untuk menerima dan berbuat kebenaran, 6) fitrah berarti “al-Gharizah” (insting), 7) fitrah berarti potensi dasar untuk mengabdi kepada Allah, 8) fitrah berarti ketetapan atas manusia, baik kebahagiaan maupun kesengsaraan.[6]
Kata ini juga dipakaikan kepada anak yang baru dilahirkan karena belum terkontaminasi dengan sesuatu sehingga anak tersebut sering disebut dalam keadaan fitrah (suci). Pengaruh dari pengertian inilah maka semua kata fitrah sering diidentikkan dengan kesucian sehingga 'id al-fitri sering pula diartikan dengan kembali kepada kesucian demikian juga zakat al-fitrah. Pengertian ini tidak selamanya benar kata fitrah itu sendiri digunakan juga terhadap penciptaan langit dan bumi dengan pengertian keseimbangan sebagaimana yang tertera dalam alquran.
Kata-kata yang biasanya digunakan dalam alquran untuk menunjukkan bahwa Allah menyempurnakan pola dasar ciptaan-Nya untuk melengkapi penciptaan itu adalah kata ja’ala yang artinya “menjadikan”, yang diletakan dalam satu ayat setelah kata khalaqah dan ansy’a. Perwujudan dan penyempurnaan selanjutnya diserahkan pada manusia.[7]
        ياايها الناس انا خلقناكم من ذكر وانثي وجعلناكم شعوبا وقبائل لتعارفوا ان اكرمكم عند الله اتقاكم ان الله عليم خبير[8]
 Artinya:
Hai Manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan (khalaqna) kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menjadikan (ja’alna) kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling kenal mengenal (QS. al Hujurat/49: 13).
 قل هو الذي انشأكم وجعل لكم السمع والابصار والافئدة قليلا ما تشكرون[9]
Artinya:
Katakanlah; Dialah yang menciptakan kamu (ansya’akum) dan menjadikan (ja’ala) bagimu pendengaran, penghihatan dan hati (fuad), akan tetapi amat sedikit kamu bersyukur (QS. al Mulk/67: 23).

فاقم وجهك للدين حنيفا فطرت الله التى فطر الناس عليها لا تبديل لخلق الله  ذلك الدين

القيمولكن اكثر الناس لا يعلمون[10]

Artinya:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah,  tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan (fathara) manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS. al Rum/30: 30).

Mengenai kata fitrah  menurut istilah (terminologi) dapat dimengerti dalam uraian arti yang luas, sebagai dasar pengertian itu tertera pada surah al-Rum ayat 30, maka dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa pada asal kejadian yang pertama-pertama diciptakan oleh Allah adalah agama (Islam) sebagai pedoman atau acuan, di mana berdasarkan acuan inilah manusia diciptakan dalam kondisi terbaik. Oleh karena aneka ragam faktor negatif yang mempengaruhinya, maka posisi manusia dapat “bergeser” dari kondisi fitrah-nya, untuk itulah selalu diperlukan petunjuk, peringatan dan bimbingan dari Allah yang disampaikan-Nya melalui utusannya (Rasul-Nya).[11]
Pengertian sederhana secara terminologi menurut pandangan di atas, fitrah mengandung potensi pada kemampuan berpikir manusia di mana rasio atau intelegensia (kecerdasan) menjadi pusat perkembangannya,[12]dalam memahami agama Allah secara damai di dunia ini.
Quraish Shihab mengungkapkan dalam Tafsir al Misbah-nya, bahwa fitrah  merupakan “menciptakan sesuatu pertama kali/tanpa ada contoh sebelumnya”. Dengan mengikut sertakan pandangan Quraish Shihab tersebut berarti fitrah sebagai unsur, sistem dan tata kerja yang diciptakan Allah pada makhluk sejak awal kejadiannya sehingga menjadi bawaannya, inilah yang disebut oleh beliau dengan arti asal kejadian, atau  bawaan sejak lahir.[13]
Ungkapan senada mengenai pengertian fitrah juga dilontarkan oleh Arifin dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam yakni secara keseluruhan dalam pandangan Islam mengatakan bahwa kemampuan dasar/pembawaan itu disebut dengan fitrah.[14]Ada yang mengemukakan bahwa fitrah merupakan kenyakinan tentang ke-Esaan Allah Swt, yang telah ditanamkan Allah dalam diri setiap insan. Maka manusia sejak lahirnya telah memiliki agama bawaan secara alamiah, yaitu agama tauhid.[15] Istilah  fitrah dapat dipandang dalam dua sisi. Dari sisi bahasa, maka makna fitrah adalah suatu kecenderungan bawaan alamiah manusia. Dan dari sisi agama kata fitrah bermakna keyakinan agama, yakni bahwa manusia sejak lahirnya telah memiliki fitrah  beragama tauhid, yaitu mengesakan Tuhan.
Imam Nawawi mendefinisikan fitrah sebagai kondisi yang belum pasti (unconfirmed state) yang terjadi sampai seorang individu menyatakan secara sadar keimanannya. Sementara  menurut Abu Haitam, fitrah berarti bahwa manusia yang dilahirkan dengan memiliki kebaikan atau ketidakbaikan (prosperous or unprosperous) yang berhubungan dengan jiwa.[16]
Bila tidak berlebihan dalam memahami terminologi Abu Haitam dapat dipahami, pada awalnya setiap makhluk yang diciptakan oleh Allah dibekal dengan fitrah (keseimbangan) yang bilamana keseimbangan ini mampu dijaga dengan baik maka yang bersangkutan akan senantiasa berada dalam kebaikan. Sebaliknya bila keseimbangan ini sudah tidak mampu dipertahankan maka menyebabkan seseorang akan terjerumus kepada ketidakbaikan. Fitrah adalah kata yang selalu digunakan untuk menunjukkan kesucian sekalipun dalam bentuk abstrak keberadaannya selalu dikaitkan dengan masalah akhlak. Keabstrakan ini meskipun selalu dipakai dalam aspek-aspek tertentu namun pengertiannya hampir sama yaitu keseimbangan.



[1]Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Paradigma Humanisme-Teosentris (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 11-12.
[2]Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoristis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, cet V (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h. 88.
[3]Luis Ma’luf, al Munjid fi al lughah wa al a’lam (Bairut: Dar el Mashreq, 2000), h. 588. lihat Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdhor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, cet. V (Yokjakarta: Multi Karya Grafika, 1996), h. 1399. lihat juga, A.W. Munawwir, Kamus al Munawwir; Arab-Indonesia, cet. XIV (Surabaya:  Pustaka Progressif, 1997), h. 1063.
[4]Abul A’la Al-Maududi, Towards Understanding Islam, Islamic Publication LTD, Lahore-Dacca. 1966.
[5]Ibid.
[6]Arief,  Pengantar ,h 7
[7]Achmadi,  Ideologi Pendidikan, h. 41
[8]QS. al Hujurat/49: 13.
[9]QS. al Mulk/67: 23.
[10]QS. al Rum/30: 30.
[11]LPKUB, Ensiklopedi Praktis Kerukunan Hidup Umat Beragama, P.Sipahutar dan Arifinsyah ( Ed.) edisi 2 (Bandung: Citapustaka Media), 2003. h.118
[12] Arifin,  Filsafat Pendidikan Islam, cet. VI (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h. 158.
[13] Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Vol 11 (Jakarta: Lentera Hati,2002), h 53.
[14]Arifin, Ilmu Pendidikan, h. 88.
[15]Baharuddin, Paradigma Psikologi Islami Studi Tentang Elemen Psikologi dari Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h.148.
[16] Ia mendasarkannya pada hadits yang cukup populer, “setiap orang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka orangtuanya yang akan menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani atau Majusi”. Dalam keterangan lainnya Juhaya S, Praja mengemukakan  dalam tulisannya bahwa fitrah merupakan bawaan manusia sejak lahir.

0 komentar:

Post a Comment