Pages

Friday, October 23, 2015

AKHLAKUL MAHMUDAH



AKHLAKUL MAHMUDAH

Akhlak mempunyai pengaruh besar terhadap individu manusia dan terhadap suatu bangsa. Dalam suatu syair dikatakan: “Sesungguhnya bangsa itu tetap hidup selama bangsa itu berakhlak, jika akhlak mereka lenyap maka hancurlah mereka”.[1] Nabi Muhammad SAW adalah seorang rasul yang diutus pada saat terjadi kebobrokan akhlak, Allah SWT sengaja mengutus nabi Muhammad SAW adalah untuk menyempurnakan akhlak, sebagaimana hadits nabi yang diriwayatkan oleh ahmad, rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”.[2] Ajaran-ajaran akhlak rasulullah adalah ajaran akhlak yang terkandung dalam Al-qur'an, yang didalamnya mengajarkan bagaimana moral individu manusia terhadap kehidupan sosial dan kehidupan agamanya.[3]
Manusia dilahirkan dalam keadaan suci dan bersih, dalam keadaan seperti ini manusia akan mudah menerima kebaikan atau keburukan. Karena pada dasarnya manusia mempunyai potensi untuk menerima kebaikan atau keburukan. Manusia  mempunyai kesempatan sama untuk membentuk akhlaknya, apakah dengan pembiasaan yang baik atau dengan pembiasaan yang buruk. Pembiasaan yang dilakukan sejak dini atau sejak kecil akan membawa kegemaran dan kebiasaan tersebut menjadi semacam kebiasaan sehingga menjadi bagian tidak terpisahkan dari kepribadiannya.
Oleh karena itu dalam makalah ini pemakalah akan menjelaskan apa sebenarnya akhlakul mahmudah, metode dan prinsif dalam pendekatan akhlak, contoh-contoh akhlakul mahmudah.

Kata akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu dari asal kata khuluqun yang berarti tabiat atau budi pekerti.[4] Kata akhlak adalah bentuk plural dari kata khuluq yang berarti budi pekerti, prangai, dan tingkah laku. Kata ini seakar dengan kata khaliq yang bermakna pencipta, makhluk yang bermakna yang diciptakan, dan khalq yang bermakna penciptaan.[5] Ishak sholih juga menuliskan dalam bukunya berjudul Akhak dan Tasawuf menyatakan bahwa: “kata akhlak yang berasal dari bahasa arab itu mengandung segi-segi persamaan dengan kata-kata khalik dan kata makhluk”.[6] Oleh karena itu akhlak pada dasarnya merupakan nilai dan norma yang memungkinkan eksistensinya hubungan baik dan harmoni antara khaliq dan makhluk dan antara makhluk dengan sesama makhluk.
 Secara terminologi  akhlak didefenisikan secara variatif. Ibn Miskawaih mendefenisikan sebagai suatu keadaan jiwa atau sikap mental yang menyebabkan individu bertindak tanpa dipikirkan atau dipertimbangkan secara mendalam.[7] Begitu pula dengan Abu Hamid al-Ghazali mendefenisikan akhlak sebagai sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan[8]
Sedangkan pengertian  al-Akhlakul Mahmudah (akhlak baik atau terpuji) yaitu perbuatan baik terhadap Tuhan, sesama manusia dan mahluk-mahluk lainnya. Al-Ghazali dalam bukunya berjudul “ajaran-ajaran akhlak” membagi akhlakul Mahmudah menjadi empat macam:[9]
1.    Berkata benar kecuali berbohong yang dibenarkan karena ada kebijakannya yaitu untuk mendamaikan dua orang yang berselisih, untuk orang yang mempunyai dua istri dan untuk kepentingan dalam peperangan.
2.    Perlunya kesabaran baik kepentingan duniawi maupun akhirat
3.    Perlunya tawakal, menyerahkan diri kepada Allah disini setelah Berusaha.
4.    Ikhlas yang ditunjukan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan yang berkenaan dengan kemasyarakatan.
Syech Mustafa Al-Ghalayani menyebutkan dalam bukunya berjudul “Bimbingan Menuju Akhlak yang Luhur” bahwa Akhlakul Mahmudah terdiri dari 16 macam : Berani maju ke depan, sabar dan tabah, ikhlas, harapan, berani membela dan mempertahankan kebenaran, berjuang demi keselamatan umum, berbuat kemuliaan (hati sanubarinya penuh dengan keperwiraan, mengajak lawan dan kawan untuk berlaku jujur dan lurus), waspada, kebangsaan mempertahankan dan membangun keluhuran tanah airnya), kemauan yang keras (tidak mudah putus asa), benar dalam perbuatan, berlaku sedang (i’tidal), dermawan, melaksanakan kewajiban, dapat dipercaya, tolong- menolong, memperbagus pekerjaan, berusaha kemudian tawakal, percaya pada diri sendiri dan fanatic (berpegang teguh pada ajaran agama Allah).[10]
Dari pendapat mengenai macam-macam akhlak mahmudah tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya akhlakul mahmudah “adalah segala perbuatan rohani dan jasmani yang dapat membawa ketenangan, ketentraman dan kebahagiaan serta kejayaan dalam kesastraan lahiriyah dan batiniyah di dunia dan akhirat yang dapat memberikan dampak positif bagi dirinya, keluarganya serta lingkungannya.

B.     Metode  Yang digunakan Dalam Pendekatan Akhlakul Mahmudah
Sedangkan metode yang dipergunakan  dalam pendekatan akhlak terdapat 3 cara yaitu:
1.    Takhalli , yakni mengosongkan diri dari sifat-sifat yang tercela dan maksiat lahir dan batin. Para ahli menyatakan dengan “ al-takhali bi al-akhlak al-sayyiah” (mengosongkan diri dari sifat tercela). Untuk metode takhalli seorang dituntut menghindari sifat-sifat madzmumah (tercela).
2.    Tahalli, yaitu mengisi diri dengan sifat-sifat mahmudah (terpuji) secara Lahir batin. Para ahli menyatakan “al-tahali bi al-akhlak al-hasanah” ( mengisi dengan sifat-sifat baik).
3.    Tajalli, yaitu merasa akan keagungan Allah Swt. Para ahli menyatakan dengan “al-tajalli ila rabbb al-bariyyah” ( merasakan akan keagungan Allah Tuhan manusia). Untuk mencapai metode ini maka seseorang dituntut melakukan musyarathah ( memperingati diri agar tidak berbuat maksiat), muqarabah          ( mengawasi diri agar tidak berbuat maksiat), muhasabah (menghitung dan intropeksi diri atas amal yang dibuat), mu’aqobah ( menghukum diri jika melakukan kesalahan), mujahadah (bersungguh-sungguh lahir batin dalam ibadah), mu’atabah (menyesali diri atas berbuat hina dan tidak beramal saleh).

C.    Prinsif-Prinsif Yang Digunakan Dalam Akhlakul Mahmudah

Islam adalah agama yang sangat mementingkan Akhlak dari pada masalah-masalah lain. karena misi Nabi Muhammad diutus untuk menyempurnakan Akhlak. Hal itu dapat kita lihat pada zaman Jahiliyah kondisi Akhlak yang sangat rusak tidak karuan mereka melakukan hal-hal yang menyimpang seperti minum khomer dan berjudi. Hal-hal tersebut mereka lakukan dengan biasa bahkan menjadi adat yang diturunkan untuk generasi setelah mereka. Karena kebiasaan itu telah turun temurun maka pada awal pertama nabi mengalami kesulitan.
Prinsip Akhlak dalam Islam terletak pada Moral Force. Moral Force Akhlak mahmudah adalah terletak pada iman sebagai Internal Power yang dimiliki oleh setiap orang mukmin yang berfungsi sebagai motor penggerak dan motivasi terbentuknya kehendak untuk merefleksikan dalam tata rasa, tata karsa, dan tata karya yang kongkret. Dalam hubungan ini dalam hadist Rasulullah Saw bersabda:
Tidak ada kemelaratan yang lebih parah dari kebodohan dan tidak ada harta (kekayaan) yang lebih bermanfaat dari kesempurnaan akal. Tidak ada kesendirian yang lebih terisolir dari ujub (rasa angkuh) dan tidak ada tolong-menolong yang lebih kokoh dari musyawarah. Tidak ada kesempurnaan akal melebihi perencanaan (yang baik dan matang) dan tidak ada kedudukan yang lebih tinggi dari akhlak yang luhur. Tidak ada wara' yang lebih baik dari menjaga diri (memelihara harga dan kehormatan diri), dan tidak ada ibadah yang lebih mengesankan dari tafakur (berpikir), serta tidak ada iman yang lebih sempurna dari sifat malu dan sabar. (HR. Ibnu Majah dan Ath-Thabrani)
Al-Qur'an menggambarkan bahwa setiap orang yang beriman itu niscaya memiliki akhlak yang mulia yang diandaikan seperti pohon iman yang indah hal ini dapat dilihat pada surat Ibrahim ayat 24-27"Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun. Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki". 
Dari ayat diatas dapat kita ambil contoh bahwa ciri khas orang yang beriman adalah indah perangainya dan santun tutur katanya, tegar dan teguh pendirian (tidak terombang ambing), mengayomi atau melindungi sesama, mengerjakan buah amal yang dapat dinikmati oleh lingkungan
Prinsif-prinsif yang digunakan dalam akhlakul mahmudah adalah sebagai berikut:
1.        Akhlak yang baik dan benar harus didasarkan atas alquran atau sunnah, bukan dari tradisi atau aliran-aliran tertentu yang sudah tampak sesat.
       Pada suatu saat Aisyah istri Nabi Saw. Pernah ditanyai. Apakah akhlak  Nabi Saw. Itu ? ujarnya adalah “sesunggungnya akhlak nabi saw, adalah Alquran”.
2.        Adanya keseimbangan antara berakhlak kepada allah, kepada sesama manusia, dan kepada allah.
3.        Pelaksanaan akhlak harus bersamaan dengan akidah dan syariah, karena ketiga unsur diatas merupakan bagian integral dari syariah Allah Swr
4.        Akhlak dilakukan semata-mata karena allah, walaupun objek akhlak adalah pada makhluk. Sedangkan akhlak kepada allah harus lebih diutamakan daripada akhlak kepada makhluk
5.        Akhlak dilakukan menurut proporsinya, misalnya seorang anak harus lebih hormat kepada orang tuanya daripada kepada orang lain.

D.    Contoh- contoh Akhlak Mahmudah
Berikut ini akan disampaikan sebagian contoh akhlakul mahmudah:
1.    Akhlak yang berhubungan dengan Allah
a.  Tauhid
Tauhid bukan sekedar mengenal dan mengerti bahwa pencipta alam semesta ini adalah Allah, bukan sekedar mengetahui bukti-bukti rasional tentang kebenaran wujud (keberadaan) Nya, dan wahdaniyah (keesaan) Nya, dan bukan pula sekedar mengenal Asma’ dan Sifat-Nya. Iblis mempercayai bahwa Tuhannya adalah Allah, bahkan mengakui keesaan dan kemaha-kuasaan Allah dengan meminta kepada Allah melalui Asma’ dan Sifat-Nya. Kaum jahiliyah kuno yang dihadapi Rasulullah juga meyakini bahwa Tuhan Pencipta, Pengatur, Pemelihara dan Penguasa alam semesta ini adalah Allah. (Lihat Al Qur’an: 38: 82, 31: 25, 23:84-89). Namun, kepercayaan dan keyakinan mereka itu belumlah menjadikan mereka sebagai makhluk yang berpredikat muslim, yang beriman kepada Allah.
Dari sini timbullah pertanyaan: “Apakah hakikat tauhid itu? Tauhid adalah pemurnian ibadah kepada Allah. Maksudnya yaitu: menghambakan diri hanya kepada Allah secara murni dan konsekwen dengan mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan- Nya, dengan penuh rasa rendah diri, cinta, harap dan takut kepada-Nya. Untuk inilah sebenarnya manusia diciptakan Allah, dan sesungguhnya misi para Rasul adalah untuk menegakkan tauhid dalam pengertian tersebut di atas, mulai dari Rasul pertama sampai Rasul terakhir, yaitu Nabi Muhammad Saw. (Lihat Al Qur’an: 16: 36, 21: 25, 7: 59, 65, 73, 85, dan lain-lain).Firman Allah :
    
“Tidak Aku ciptakan jin dan Manusia melainkanhanya untuk beribadah  kepada-Ku.” (QS. Adz – Dzariyat: 56 )
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasu lpada setiap umat (untuk     menyerukan): “Beribadalahkepada Allah (saja) dan jauhilah thaghut (QS. An– Nahl: 36).

b. Takwa Kepada Allah
Taqwa adalah predikat orang beriman yg paling tinggi. Kearah inilah seluruh peribadatan ditujukan. Allah SWT sangat mencintai dan memuliakan orang-orang yang bertaqwa, dan akan menghadiahi mereka dengan balasan surga di akhirat kelak. Firman Allah SWT : Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada dalam surga yang penuh kenikmatan ” (QS. Ath Thuur: 17).
 Karena begitu mulia dan tingginya kedudukan taqwa ini, maka untuk mencapainya diperlukan kerja keras serta usaha yang sungguh-sungguh dan terus menerus sepanjang hayat.Untuk menggapai status taqwa ini, Allah SWT telah menunjukkan jalan atau tuntunan dengan melaksanakan ibadah mahdhah, seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lain-lainnya, yaitu ibadah langsung dengan Allah SWT (hablun minallah), yaitu bertujuan untuk melatih atau mendidik yang bersih dan ikhlas, maka akhlak seseorang akan baik dan akan membuahkan amal-amal yang baik pula.
 Sebagaimana yang disabdakan Nabi SAW.Ketahuilah bahwasanya dalam jasad (manusia) ada segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik maka akan baiklah semua jasad manusia. Akan tetapi apabila segumpal daging itu rusak, maka akan rusaklah seluruh jasad manusia. Ketahuilah (oleh kalian), bahwa segumpal daging itu adalah qalbu (HR Muslim).
Shalat (sebagaimana yang telah disinggung di atas) bukanlah satu-satunya ibadah yang berfungsi untuk pendidikan dan pelatihan jiwa (qalbu) agama menghasilkan akhlaqul karimah, yang akan membuahkan amalan-amalan shaleh serta mulia (rahmatan lil alamin). Akan tetapi shalat merupakan ibadah utama untuk tujuan atau maksud tersebut. Amal ibadah adalah hal yang sangat penting dan merupakan kunci untuk bahagia atau celakanya seseorang di akhirat kelak. Ibadah shalatlah yang mula pertama kali yang akan diperiksa atau ditimbang pada hari kiamat kelak (sebelum memeriksa amalan-amalan yang lainnya).

c. Zikrullah

   Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan!” (QS 29 : 45)
 Namun di dalam istilah bahasa, kata zikir bermakna menyebut atau mengingat. Karena itu zikir dilakukan dengan lisan dengan menyebut Asma (Nama) Allah secara berulang-ulang sambil mengingat-Nya di dalam hati. Zikir yang sesungguhnya mesti melibatkan lidah dan hati. Di dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa ketika Nabi Musa as bermunajat, beliau memohon kepada Allah Swt : “Wahai Tuhan, Apakah imbalan bagi seseorang yang berzikir kepada-Mu dengan lidah dan hatinya?”, Tuhan menjawab : “Aku akan menempatkannya di bawah lindungan ‘Arsy dan penjagaan-Ku di Hari Qiyamat”.
 Jika berzikir hanya menyebut dengan lidah tanpa melibatkan hati mungkin itu pekerjaan yang tidak sulit (walaupun tidak bisa dikatakan mudah). Tetapi ketika zikir kepada Allah diharuskan juga melibatkan hati dan jiwa maka zikir seperti itu tidak sesederhana seperti yang dibayangkan. Jadi, apa sebenarnya Zikir itu?
Pada hakikatnya, zikir merupakan sebuah aktifitas untuk melepaskan diri dari kelalaian, yaitu dengan senantiasa menghadirkan kalbu bersama al–Haqq         ( Allah).
Almarhum Imam Khomeini qs (qadasallahu sirruhu) mengatakan, ”Berzikir kepada Allah” atau “mengingat-Nya” adalah mengingat seluruh rahmat yang telah dianugerahkan-Nya kepadamu. Engkau tahu bahwa rasa terima kasih atau syukur itu bersifat alamiah dan fitrah manusia memerintahkan manusia untuk berterima kasih kepada siapa pun yang telah bermurah hati kepadanya.Berdasarkan pemahaman tersebut, maka mereka yang berbicara tentang kebenaran Allah, atau yang merenungkan keagungan, kemuliaan, dan tanda-tanda kekuasaan-Nya di langit dan di bumi, atau yang mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya sesungguhnya dengan berbuat demikian mereka tengah berzikir kepada Allah.

d. Tawakal
  Dari Umar bin Khattab ra berkata, bahwa beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Sekiranya kalian benar-benar bertawakal kepada Allah SWT dengan tawakal yang sebenar-benarnya, sungguh kalian akan diberi rizki (oleh Allah SWT), sebagaimana seekor burung diberi rizki, dimana ia pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar, dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang (HR. Ahmad, Turmudzi dan Ibnu Majah).
Hadits di atas menjelaskan tentang hakekat tawakal yang digambarkan oleh Rasulullah SAW dengan perumpamaan seekor burung. Dimana burung pergi    (baca : mencari karunia Allah) pada pagi hari dengan perut kosong karena lapar, namun di sore hari ia pulang dalam keadaan perut kenyang dan terisi penuh. Karena pada hakekatnya Allah SWT lah yang memberikan rizkinya sesuai dengan kebutuhannya.
Demikian juga manusia, sekiranya manusia benar-benar bertawakal kepada Allah SWT dengan mengamalkan hakekat tawakal yang sesungguhnya, tentulah dari aspek rizki, Allah SWT akan memberikan rizki padanya sebagaimana seekor burung yang berangkat pada pagi hari dengan perut kosong dan pulang pada sore hari dengan perut kenyang. Artinya Insya Allah rizkinya akan Allah cukupi.
Dari segi bahasa, tawakal berasal dari kata ‘tawakala’ yang memiliki arti; menyerahkan, mempercayakan dan mewakilkan. (Munawir, 1984 : 1687). Seseorang yang bertawakal adalah seseorang yang menyerahkan, mempercayakan dan mewakilkan segala urusannya hanya kepada Allah SWT. Sedangkan dari segi istilahnya, tawakal didefinisikan oleh beberapa ulama salaf, yang sesungguhnya memiliki muara yang sama. Diantara definisi mereka adalah:
1. Menurut Imam Ahmad bin Hambal.
Tawakal merupakan aktivias hati, artinya tawakal itu merupakan perbuatan yang dilakukan oleh hati, bukan sesuatu yang diucapkan oleh lisan, bukan pula sesuatu yang dilakukan oleh anggota tubuh. Dan tawakal juga bukan merupakan sebuah keilmuan dan pengetahuan. (Al-Jauzi/ Tahdzib Madarijis Salikin, tt : 337)
2.    Ibnu Qoyim al-Jauzi
“Tawakal merupakan amalan dan ubudiyah (baca; penghambaan) hati dengan menyandarkan segala sesuatu hanya kepada Allah, tsiqah terhadap-Nya, berlindung hanya kepada-Nya dan ridha atas sesuatu yang menimpa dirinya, berdasarkan keyakinan bahwa Allah akan memberikannya segala ‘kecukupan’ bagi dirinya…, dengan tetap melaksanakan ‘sebab-sebab’ (baca ; faktor-faktor yang mengarahkannya pada sesuatu yang dicarinya) serta usaha keras untuk dapat memperolehnya.” (Al-Jauzi/ Arruh fi Kalam ala Arwahil Amwat wal Ahya’ bidalail minal Kitab was Sunnah, 1975 : 254)
Sebagian ulama salafuna shaleh lainnya memberikan komentar beragam mengenai pernak pernik takawal, diantaranya adalah ungkapan : Jika dikatakan bahwa Dinul Islam secara umum meliputi dua aspek; yaitu al-isti’anah (meminta pertolongan Allah) dan al-inabah (taubat kepada Allah), maka tawakal merupakan setengah dari komponen Dinul Islam. Karena tawakal merupakan repleksi dari al-isti’anah (meminta pertolongan hanya kepada Allah SWT) : Seseorang yang hanya meminta pertolongan dan perlindungan kepada Allah, menyandarkan dirinya hanya kepada-Nya, maka pada hakekatnya ia bertawakal kepada Allah.
Salafus saleh lainnya, Sahl bin Abdillah al-Tasattiri juga mengemukakan bahwa ‘ilmu merupakan jalan menuju penghambaan kepada Allah. Penghambaan merupakan jalan menuju kewara’an (sifat menjauhkan diri dari segala kemaksiatan). Kewaraan merupakan jalan mmenuju pada kezuhudan. Dan kezuhudan merupakan jalan menuju pada ketawakalan. (Al-Jauzi, tt : 336)
Tawakal merupakan suatu hal yang sangat diperhatikan dalam Islam. Oleh karena itulah, banyak sekali ayat-ayat ataupun hadits-hadits yang memiliki muatan mengenai tawakal kepada Allah SWT. Demikian juga para salafus shaleh, juga sangat memperhatikan masalah ini. Sehingga mereka memiliki ungkapan-ungkapan khusus mengenai tawakal.
2. Akhlak Terhadap Diri Sendiri
a. Sabar
Dalam kehidupan manusia, susah senang, sehat sakit,suka duka datang silih berganti siang dan malam. Namun kita harus ingat bahwa semua itu datang dari Allah Swt. Untuk menguji dan mengukur tingkat keimanan seorang hamba. Apakah seorang hamba itu tabah dan sabar menghadapi semua ujian itu atau tidak? Itu semua tergantung kepada akhlak hamba tersebut.Sumber: Tazkiyatun Nafs
Allah memposisikan orang-orang yang sabar dalam posisi yang mulia, banyak dinyatakan didalam ayat-ayat Al qurán bahwa Allah bersama dengan orang-orang yang sabar, Allah mencintai orang-orang yang sabar.
Ada 3 macam sabar, yaitu:
- Sabar dalam ketaatan
- Sabar dalam kemaksiatan 
- Sabar dalam menerima cobaan .
Cara memperkuat dan menumbuhkan sabar:
  • Bermujahadah (bersungguh-sungguh), dengan pengetahuan yang kuat akan  memperkuat agama dan iman.
  • Melatih dorongan Agama untuk melawan dorongan hawa nafsu, diperlukan pembiasaan, seperti pembiasaan pada anak kecil juga dengan kekuatan agama.
b. Bersyukur
Pentingnya bersyukur telah dijelaskan dalam surah Ibrahim ayat 17. Allah SWT berfirman, “…. Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
Sepertinya,  perlu belajar dari sejarah Kaum Saba’. Dikisahkan, Kaum Saba’ begitu maju peradabannya. Mereka menguasai teknologi yang tertinggi pada zamannya, yakni telah berhasil membangun bendungan Ma’rib. Menurut penulis Yunani, Ma’rib merupakan salah satu kota termaju saat itu (sekarang Yaman) dan memiliki lahan yang subur. Bendungan Ma’rib mampu mengairi sekitar 9.600 hektare lahan subur. Negeri itu pun kaya-raya. Namun, karena mereka tak bersyukur atas nikmat yang begitu melimpah, maka Allah menurunkan banjir besar yang menghancurkan semua kekayaan yang dimiliki penduduk negeri Saba’. Dalam suatu tafsir dijelaskan, mereka diberi azab karena tak taat kepada seruan nabi utusan Allah. Akhir-akhir ini, bangsa kita didera bencana yang beruntun, mulai dari bencana alam hingga kecelakaan yang merenggut begitu banyak korban jiwa. Sepanjang tahun, bencana dan kecelakaan datang silih berganti.Boleh jadi, semua itu merupakan ujian dari Allah untuk menguji keimanan kita. Bisa pula, bencana itu merupakan peringatan atau bahkan siksaan (azab) dari Allah karena kita tak bersyukur atas nikmat yang diberikan-Nya. Semoga kita senantiasa selalu menjadi insan yang pandai bersyukur.
c. Amanah.
Amanah hakekatnya adalah kewajiban agama yang harus di jaga kaum muslimin supaya menjaganya baik-baik, bahkan dianjurkan supaya setiap muslim memohon inayat (pertolongan) allah agar dapat memelihara sebaik mungkin. Berusaha dan menjaga sekuat tenaga agar dapat melaksanakan tugas dan kewajiban yang dipikul kepadanya dengan sempurna dan baik, ini juga termasuk dalam pengertian amanah. Allah berfirman dalam alquran:
”Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat lalim dan amat bodoh (Q.S.Al-ahzab 33: 72).

d. Benar ( ash-Shidqu)
Ash-shidqu merupakan salah satu akhlak mahmudah, yang berarti benar, jujur. Maksudnya adalah berlaku benar dan jujur, baik dalam perkataan maupun dalam perbuatan.
Kewajiban bersikap benar ini diperintahkan dalam al-quran surah at-Taubah ayat 119.
         
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (Q.S.At-Taubah 9: 119)

e. Menepati Janji
Janji yang kita ucapkan mengandung tanggung jawab. Janji yang tidak di penuhi, akan membawa suatu akibat. Dalam pandangan allah orang yang ingkar janji termasuk orang yang berdosa. Adapun pada pandangan manusia, orang yang ingkar janji akan dianggap remeh dan tidak dapat dipercaya.

 “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya”.(Q.S. Al-Isra 17:34).
f. Memelihara Kesucian Diri (Al-Ifafah).
Yang dimaksud dengan memelihara kesucian diri (Al-Ifafah) adalah menjaga diri dari segala tuduhan, fitnah, dan memelihara kehormatan. Upaya memelihara diri ini hendaknya dilakukan setiap hari agar diri tetap berada dalam status kesucian. Hal ini dapat dimulai dengan memelihara hati untuk tidak berbuat rencana dan angan-angan yang buruk.
  “Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu” (Q.S. Asy-Syam 91: 9)
Demikian juga, memelihara lidah dan anggota badan lainnya dari segala perbuatan tercela karena sadar bahwa segala gerak-gerik itu tidak lepas dari penglihatan allah.
E.     Akhlak Terhadap Keluarga
a.     Berbakti Kepada Orang Tua
Berbuat baik kepada orang tua merupakan ajaran yang menjadi ketetapan alquran dan hadis

 “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”    ( Q.S. An-Nisa 4: 36).
b.    Bersikap Baik Kepada Saudara
Agama memerintahkan agar berbuat baik kepada sanak saudara atau kaum kerabat, sesudah menunaikan kewajiban kepada allah dan ibu bapak. Hidup rukun dan damai dengan saudara dapat tercapai apabila hubungan tetap terjalin dengan saling pengertian dan saling menolong. Allah selalu menolong hamba-Nya selama hamba-Nya tersebut mau menolong saudaranya.
F.     Akhlak Terhadap Masyarakat
a.     Berbuat Baik Kepada Tetangga
Tetangga adalah orang yang terdekat dengan kita. Dekat bukan karena pertalian saudara atau pertalian darah. Bahkan mungkin tidak seagama dengan kita. Dekat disini adalah orang yang tinggal berdekatan dengan rumah kita. Ada atsar yang menunjukkan bahwa tetangga adalah empat puluh rumah dari setiap penjuru mata angin. Sesuai dengan hadist nabi: “Tiap empat puluh rumah adalah tetangga, yang di depan, di belakang, di sebelah kanan dan di sebelah kiri (rumahnya)”. (HR. Ath-Thahawi).
Tetangga juga memiliki hak antara lain adalah seperti hadis berikut ini: “Hak tetangga ialah bila dia sakit kamu kunjungi dan bila wafat kamu menghantar jenazahnya. Bila dia membutuhkan uang kamu pinjami dan bila dia mengalami kemiskinan (kesukaran) kamu tutup-tutupi (rahasiakan). Bila dia memperoleh kebaikan kamu mengucapkan selamat kepadanya dan bila dia mengalami musibah kamu datangi untuk menyampaikan rasa duka. Janganlah meninggikan bangunan rumahmu melebihi bangunan rumahnya yang dapat menutup kelancaran angin baginya dan jangan kamu mengganggunya dengan bau periuk masakan kecuali kamu menciduk sebagian untuk diberikan kepadanya”. (HR. Ath-Thabrani)
b.     Suka Menolong orang lain.
Dalam hidup ini, setiap orang pasti memerlukan pertolongan orang lain. Adakalanya karena masalah hidup, ataupun musibah. Orang mukmin akan tergerak hatinya apabila melihat orang lain tertimpa musibah untuk menolong mnereka sesuai kemampuannya.hal ini sesuai dengan hadis nabi: Allah selalu menolong orang selama orang itu selalu menolong saudaranya (semuslim). (HR. Ahmad )
G.    Akhlak Terhadap Alam
  1. Memelihara dan menyayangi Binatang
  2. memelihara dan menyayangi tumbuh-tumbuhan
Penutup
Islam adalah syariah yang mengatur tata hubungan manusia dengan tuhannya, diri sendiri, sesama manusia dan alam semesta. Karenanya dalam Islam akhlak merupakan proses pemberian bantuan bagi individu muslim untuk mengembangkan potensi jasmani dan ruhaninya agar mampu menampilkan prilaku mulia atau akhlakul mahmudah. Dalam menjalin hubungan baik dan harmoni dengan allah swt, diri sendiri, sesame manusia, dan alam semesta.
Dari sisi lain, dalam Islam pelaksanaan akhlak pada dasarnya adalah pelaksanaan misi kerasulan Muhammad Saw. Kemudian sebagai umat islam dengan berkaca kepada praktik yang dilakukan rasulullah.umat islam seharusnya menyadari bahwa kualitas sumber daya manusia muslim tidak ditentukan oleh kecerdasan intelektual dan keterampilan teknikal, tetapi juga oleh kemuliaan atau keluhuran akhlak. Betapa banyak bangsa yang memiliki sumber daya manusia yang cerdas secara intelektual dan terampil secara teknikal, namun karena ketiadaan akhlak mengalami kemunduran bahkan kehancuran.
Dengan berakhlakul mahmudah akan membuat hidup ini indah. Berhubunagn baik dengan pencipta yaitu Allah. seluruh umat manusia hidup dengan rukun, saling menjaga antara satu dengan yang lainnya dan juga bukan hanya sesama manusia tapi juga kepada alam raya. Tidak ada lagi terdengar kerusakan hutan dan banjir bandang yang dikarenakan hutan yang ditebang oleh orang –orang yang tidak bertanggung jawab.

 DAFTAR PUSTAKA
Alquran Al-Karim.
A.Azizy , A.Qodri, Pendidikan Agama Untuk Membangun Etika Sosial, Semarang: Aneka Ilmu, 2003.
Al-Syuyuti, Jalaludin,Al-Shaghir, Beirut, Dar Al-Fikri, tt.
Ali Hasan, Muhammad, Tuntunan Akhlak, Jakarta: bulan bintang, 1978.
Al-Ghalayani, Syech Mustafa, Bimbingan Menuju ke Akhlak yang Luhur, Semarang : Toha Putra, 1976.
Anwar, Rosihon, Akidah Akhlak, Bandung: Pustaka Setia,2008.
Baradza,Umar Bimbingan Akhlak Bagi Putra-putri Anda-2, Surabaya: Pustaka Progressip, 1992.
Faiz Almath ,Muhammad, 1100 Hadits Terpilih (Sinar Ajaran Muhammad), Hadis  
            Web: Gema Insani Press, tt.
Ghazali, Ajaran-Ajaran Akhlak, Surabaya: Al-Ikhlas, 1980.
al-Ghazali ,Muhammad, Akhlak Seorang Muslim, Bandung: al-Maarif, 1995.
Hamid al-Ghazali, Abu, Ihya’ Ulum al-Din Bairut: Dar al- Fikr, 1989.
Jacub, Hamzah, Etika Akhlak: Pokok-pokok Kuliah ilmu Akhlak Jakarta: Bulan
            Bintang, 1978.
Kolom Hikmah Republika, 21 Oktober 2010
Louis ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam Bairut: Dar al-Masyriq, 1989
Lembar Risalah An-Natijah, No. 7 /  Thn XIV - 13 Februari 2009.
Munawir, A.W. Kamus al-Munawir Arab- Indonesia Terlengkap Jakarta: Pustaka
Progresif, 1997.
Muhaimin ,et.al., Kawasan Dan Wawasan Studi Islam Jakarta: Prenada Media, 2007.
Maskawaih, Ibn, Tahzib al- Akhlaq wa Tathhir al-A’raq Mesir: al-Husaini, 1329 H.
Sholih, Ishaq, Ahlak dan Tasawuf, Bandung: IAIN. 1998.
Zahruddin  dkk. Pengantar Studi Akhlak PT Grafindo Persada, Jakarta, 2004.
.




 Umar Baradza, Bimbingan Akhlak Bagi Putra-putri Anda-2, (Surabaya: Pustaka
Progressip, 1992), hal. 1.
  Jalaludin Al-Syuyuti,Al-Shaghir, ( Beirut, Dar Al-Fikri, tanpa tahun), jilid 1, h. 103.
 A.Qodri A.Azizy, Pendidikan Agama Untuk Membangun Etika Sosial,
(Semarang: Aneka Ilmu, 2003), hal. 81.
 A.W. Munawir, Kamus al-Munawir Arab- Indonesia Terlengkap (Jakarta: Pustaka Progresif, 1997), h. 364.
 Louis ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam (Bairut: Dar al-Masyriq, 1989), h. 164.
 Ishaq Sholih, Ahlak dan Tasawuf, (Bandung: IAIN. 1998), hal 1
 Ibn Maskawaih, Tahzib al- Akhlaq wa Tathhir al-A’raq (Mesir: al-Husaini, 1329 H), h. 25.
 Abu Hamid al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din (Bairut: Dar al- Fikr, 1989), h. 58.
 Imam Ghazali, Ajaran-Ajaran Akhlak, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1980), hal. 30-47.
 Syech Mustafa Al-Ghalayani, Bimbingan Menuju ke Akhlak yang Luhur, (Semarang : Toha Putra, 1976), hal 44-58.
 Muhaimin ,et.al., Kawasan Dan Wawasan Studi Islam (Jakarta: Prenada Media, 2007), h. 267.
 Ibid, h. 267.
 Ibid, h. 268.
 Ibid, h. 269.
 http://Indonesia-admin.blogspot.com/2010/02/prinsip-dasar-pembentukan-akhlak.html (Zahruddin AR, M. Dan Hasanuddin sinaga,. Pengantar Studi Akhlak PT Grafindo Persada, Jakarta, 2004)
 Muhammad Faiz Almath, 1100 Hadits Terpilih (Sinar Ajaran Muhammad), (Hadis Web: Gema Insani Press, tt), no.9.
 Q.S. Ibrahim/ 14: 24-27
 Muhaimin, kawasan….., h. 273-279.
 Ibadah ialah penghambaan diri kepada Allah taala dengan mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan inilah hakekat agama Islam, karena Islam maknanya ialah penyerahan diri kepada Allah semata, yang disertai dengan kepatuhan mutlak kepada-Nya, dengan penuh rasa  rendah diri dan cinta. Ibadah berarti juga segala perkataan dan perbuatan, baik lahir maupun batin, yang dicintai dan diridhai oleh Allah. Dan suatu amal akan diterima oleh Allah sebagai ibadah apabila diniati dengan ikhlas karena Allah semata; dan mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
 Thoghut ialah : setiap yang diagungkan - selain Allah dengan disembah, ditaati, atau dipatuhi, baik yang diagungkan itu berupa batu, manusia ataupun setan.
             Lembar Risalah An-Natijah, No. 7 /  Thn XIV - 13 Februari 2009 http://mimbarjumat.com/archives/646
 Munawir, Kamus….,h.1687
 Rosihon Anwar, Akidah Akhlak, (Bandung: Pustaka Setia,2008),h. 222.
 Kolom Hikmah Republika, 21 Oktober 2010
 Muhammad al-Ghazali, Akhlak Seorang Muslim, (Bandung: al-Maarif, 1995), h. 87
 Hamzah Jacub, Etika Akhlak: Pokok-pokok Kuliah ilmu Akhlak ( Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h. 91.
 Rosihon Anwar, Akidah……, h. 230
 M.Ali Hasan, Tuntunan Akhlak, (Jakarta: bulan bintang, 1978), h. 22-23.
 Ibid.

0 komentar:

Post a Comment