Pages

Wednesday, November 18, 2015

PENDIDIKAN DALAM HADIS Oleh: Edi Sucipno



PENDIDIKAN DALAM HADIS
Oleh: Edi Sucipno

A. Pendahuluan
Pendidikan merupakan sebuah alat dengannya manusia akan dapat berkembang dan tumbuh secara maksimal. Pendidikan tidak dapat diartikan hanya sebagai usaha memperkaya intelektual semata, namun pendidikan lebih luas dari itu. Melalui pendidikan idealnya kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, dan aspek kecerdasan lainnya dapat dioptimalkan.
Oleh karena itu, sejak awal Islam telah mengamanatkan tentang pentingnya pendidikan bagi peradaban manusia itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya ayat Alquran yang mengkaji tentang pendidikan. Selain Alquran, akan dilihat pula apakah hadis nabi ada mengkaji dan membahas tentang pendidikan. Untuk membuktikan hal ini, akan dicoba oleh penulis melakukan pembahasan pendidikan secara tematis ditinjau dari perspektif hadis. Metode ini disebut dengan metode hadis mau’dhui.
Langkah awal yang ditempuh oleh penulis adalah mengumpulkan hadis-hadis yang berkaitan dengan pendidikan, kemudian disusun secara sistematis berdasarkan pokok-pokok bahasan. Selain itu akan dilihat pula kualitas dari masing-masing hadis dan akan ditinjau kesesuaian hadis dengan ayat-ayat Alquran yang membahas masalah yang sama. Untuk memudahkan penulis dalam penyusunan makalah ini, disusun sistematika pembahasan sebagai berikut yaitu: pendahuluan, penggunaan term pendidikan dalam hadis, hadis-hadis tentang pendidikan, dan penutup.

B. Penggunaan Term Pendidikan dalam Hadis
Term pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik. Al-jamaly mendefinisikan pendidikan sebagai upaya mengembangkan mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia. Dengan proses tersebut diharapkan akan terbentuk pribadi peserta didik yang sempurna, baik yang berkaitan dengan potensi akal, perasaan maupun perbuatannya.
Dengan demikian, secara sederhana dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan, pengajaran, pelatihan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengembangkan dan meningkatkan seluruh potensi yang dimiliki peserta didik (seperti potensi spiritual, potensi intelektual, potensi emosional, dan lain-lain) secara maksimal sehingga ia dapat tumbuh menjadi manusia seutuhnya.
Dalam Islam, term pendidikan memiliki beberapa padanan kata yaitu at-tarbiyah, at-ta’dib dan at-ta’lim. Term yang paling populer digunakan dari ketiga istilah tersebut dalam praktik pendidikan Islam adalah at-tarbiyah. Sedangkan term at-ta’dib at-ta’lim jarang digunakan, walaupun kedua istilah tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan pendidikan Islam.
1. At-Tarbiyah
Term at-tarbiyah berasal dari kata rabb yang memiliki arti tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur, dan menjaga kelestarian atau eksistensinya.  Pendapat lain menyatakan kata at-tarbiyah berasal dari tiga kata, yaitu: Pertama, rabba-yarbu yang berarti bertambah, tumbuh dan berkembang (Q. S. Ar Ruum/30: 39). Kedua, rabiya-yarba yang berarti menjadi besar. Ketiga, rabba-yarubbu berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun dan memelihara.
Kata rabb sebagaimana yang terdapat dalam Q. S. Al-Fatihah 1: 2  (alhamdu lil Allahi rabb al-alamin) mempunyai kandungan makna yang berkonotasi dengan istilah at-tarbiyah. Sebab kata rabb (Tuhan) dan murabbi (pendidik) berasal dari akar kata yang sama. Berdasarkan hal ini, maka Allah adalah pendidik yang Maha Agung bagi seluruh alam semesta. Uraian di atas, secara filosofis mengisyaratkan bahwa proses pendidikan Islam adalah bersumber dari Allah sebagai “pendidik” seluruh ciptaan-Nya, termasuk manusia.
Memang penggunaan term at-tarbiyah secara tepat tidak ditemukan dalam Aquran, tetapi bentuk al-fi’l al-madhi dari kata at-tarbiyah yang menunjuk makna pendidikan ditemukan 1 kali yaitu sebagaimana terdapat dalam Alquran:
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Artinya: “dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".
            Adapun penggunaan term at-tarbiyah dalam hadis rasul dalam segala bentuk kata yang seakar dengannya ditemukan sebanyak 24 kali yaitu pada pada kitab:
  1. Shahih al-Bukhari bab ilmu no. 10, bab zakat no. 8, dan bab tauhid no. 23.
  2. Shahih Muslim bab zakat no. 63 dan 64.
  3. Sunan at-Tirmidzi bab zakat no. 28.
  4. Sunan an-Nasa’i bab zakat no. 48.
  5. Sunan Ibn Majah bab zakat no. 28.
  6. Sunan ad-Darimi bab zakat no. 35 dan muqaddimah no. 1.
  7. Al-Muwaththa’ bab sedekah no. 1.
  8. Musnad Ahmad hadis no. 2, 6, 251, 268, 331, 382, 404, 418, 419, 421, 471, 528, 541.
Salah satu contoh hadis yang menggunakan term at-tarbiyah atau yang seakar kata dengannya adalah:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُنِيرٍ سَمِعَ أَبَا النَّضْرِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ هُوَ ابْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَصَدَّقَ بِعَدْلِ تَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ وَلَا يَقْبَلُ اللَّهُ إِلَّا الطَّيِّبَ وَإِنَّ اللَّهَ يَتَقَبَّلُهَا بِيَمِينِهِ ثُمَّ يُرَبِّيهَا لِصَاحِبِهِ كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ حَتَّى تَكُونَ مِثْلَ الْجَبَلِ تَابَعَهُ سُلَيْمَانُ عَنْ ابْنِ دِينَارٍ وَقَالَ وَرْقَاءُ عَنْ ابْنِ دِينَارٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَوَاهُ مُسْلِمُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ وَزَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ وَسُهَيْلٌ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Munir dia mendengar dari Abu An-Nadhir. Telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman dia adalah putra dari 'Abdullah bin Dinar dari bapaknya dari Abu Shalih dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata, : Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam telah bersabda: "Barangsiapa yang bershadaqah dengan sebutir kurma hasil dari usahanya sendiri yang baik (halal), sedangkan Allah tidak menerima kecuali yang baik saja, maka sungguh Allah akan menerimanya dengan tangan kanan-Nya lalu mengasuhnya untuk pemiliknya sebagaimana jika seorang dari kalian mengasuh anak kudanya hingga membesar seperti gunung". Hadis ini juga dikuatkan oleh Sulaiman dari Ibnu Dinar dan berkata, Warqa' dari Ibnu Dinar dari Sa'id bin Yasar dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu'alaihiwasallam. Dan diriwayatkanoleh Muslim bin Abu Maryam dan Zaid bin Aslam dan Suhail dari Abu Shalih dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu'alaihiwasallam.

2. at-Ta’lim
Istilah at-ta’lim telah digunakan sejak periode awal pelaksanaan pendidikan Islam. Menurut Ridha, arti at-ta’lim adalah proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu. Argumentasinya didasarkan dengan merujuk pada firman Allah dalam Q. S. al-Baqarah/2: 151:
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ
Artinya: “sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”.
Kalimat wa yu’allimu hum al-kitab wa al-hikmah dalam ayat tersebut menjelaskan tentang aktivitas Rasulullah mengajarkan tilawat Alquran kepada kaum muslimin. Apa yang dilakukan Rasul bukan hanya sekedar membuat Islam bisa membaca, melainkan membawa kaum muslimin kepada nilai pendidikan tazkiyah an-nafs (penyucian diri) dari segala kotoran, sehingga memungkinkannya menerima al-hikamah serta mempelajari segala yang bermanfaat untuk diketahui. Oleh karena itu, makna at-ta’lim tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang lahiriyah akan tetapi mencangkup pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan dan perintah untuk melaksanakan pengetahuan dan pedoman untuk berperilaku.
Dalam hadis, ditemukan 23 tempat penggunaan term at-ta’lim secara persis yaitu pada kitab:
  1. Shahih al-Bukhari 4 kali yaitu hadis no. 95, 2789, 3190, dan 4693.
  2. Shahih Muslim 1 kali yaitu hadis no. 836.
  3. Sunan at-Tirmidzi 2 kali yaitu hadis no. 1387 dan 1989.
  4. Sunan an-Nasa’i 2 kali yaitu hadis no. 1203 dan 3292.
  5. Sunan Ibn Majah 1 kali yaitu hadis no. 1946.
  6. Sunan ad-Darimi 4 kali yaitu hadis no. 1464, 2733, 3211, dan 3242.
g.      Musnad Ahmad 9 kali yaitu hadis no. 14804, 18711, 18777, 18880, 21136, 21190, 21275, 22644, 22650.

Salah satu contoh hadis yang menggunakan term at-ta’lim secara persis adalah:
حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَتَقَارَبَا فِي لَفْظِ الْحَدِيثِ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ هِلَالِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ قَالَ بَيْنَا أَنَا أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ عَطَسَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ فَقُلْتُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ فَقُلْتُ وَا ثُكْلَ أُمِّيَاهْ مَا شَأْنُكُمْ تَنْظُرُونَ إِلَيَّ فَجَعَلُوا يَضْرِبُونَ بِأَيْدِيهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي لَكِنِّي سَكَتُّ فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ فَوَاللَّهِ مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي وَلَا شَتَمَنِي قَالَ إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ أَوْ كَمَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي حَدِيثُ عَهْدٍ بِجَاهِلِيَّةٍ وَقَدْ جَاءَ اللَّهُ بِالْإِسْلَامِ وَإِنَّ مِنَّا رِجَالًا يَأْتُونَ الْكُهَّانَ قَالَ فَلَا تَأْتِهِمْ قَالَ وَمِنَّا رِجَالٌ يَتَطَيَّرُونَ قَالَ ذَاكَ شَيْءٌ يَجِدُونَهُ فِي صُدُورِهِمْ فَلَا يَصُدَّنَّهُمْ قَالَ ابْنُ الصَّبَّاحِ فَلَا يَصُدَّنَّكُمْ قَالَ قُلْتُ وَمِنَّا رِجَالٌ يَخُطُّونَ قَالَ كَانَ نَبِيٌّ مِنْ الْأَنْبِيَاءِ يَخُطُّ فَمَنْ وَافَقَ خَطَّهُ فَذَاكَ قَالَ وَكَانَتْ لِي جَارِيَةٌ تَرْعَى غَنَمًا لِي قِبَلَ أُحُدٍ وَالْجَوَّانِيَّةِ فَاطَّلَعْتُ ذَاتَ يَوْمٍ فَإِذَا الذِّيبُ قَدْ ذَهَبَ بِشَاةٍ مِنْ غَنَمِهَا وَأَنَا رَجُلٌ مِنْ بَنِي آدَمَ آسَفُ كَمَا يَأْسَفُونَ لَكِنِّي صَكَكْتُهَا صَكَّةً فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَظَّمَ ذَلِكَ عَلَيَّ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا أُعْتِقُهَا قَالَ ائْتِنِي بِهَا فَأَتَيْتُهُ بِهَا فَقَالَ لَهَا أَيْنَ اللَّهُ قَالَتْ فِي السَّمَاءِ قَالَ مَنْ أَنَا قَالَتْ أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ قَالَ أَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ بِهَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَهُ
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far Muhammad bin ash-Shabbah dan Abu Bakar bin Abi Syaibah dan keduanya berdekatan dalam lafazh hadits tersebut, keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Ismail bin Ibrahim dari Hajjaj ash-Shawwaf dari Yahya bin Abi Katsir dari Hilal bin Abi Maimunah dari 'Atha' bin Yasar dari Muawiyah bin al-Hakam as-Sulami dia berkata, "Ketika aku sedang shalat bersama-sama Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam, tiba-tiba ada seorang laki-laki dari suatu kaum bersin. Lalu aku mengucapkan, 'Yarhamukallah (semoga Allah memberi Anda rahmat) '. Maka seluruh jamaah menujukan pandangannya kepadaku." Aku berkata, "Aduh, celakalah ibuku! Mengapa Anda semua memelototiku?" Mereka bahkan menepukkan tangan mereka pada paha mereka. Setelah itu barulah aku tahu bahwa mereka menyuruhku diam. Tetapi aku telah diam. Tatkala Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam selesai shalat, Ayah dan ibuku sebagai tebusanmu (ungkapan sumpah Arab), aku belum pernah bertemu seorang pendidik sebelum dan sesudahnya yang lebih baik pengajarannya daripada beliau. Demi Allah! Beliau tidak menghardikku, tidak memukul dan tidak memakiku. Beliau bersabda, 'Sesungguhnya shalat ini, tidak pantas di dalamnya ada percakapan manusia, karena shalat itu hanyalah tasbih, takbir dan membaca al-Qur'an.' -Atau sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, "Saya berkata, 'Wahai Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, sesungguhnya aku dekat dengan masa jahiliyyah. Dan sungguh Allah telah mendatangkan agama Islam, sedangkan di antara kita ada beberapa laki-laki yang mendatangi dukun.' Beliau bersabda, 'Janganlah kamu mendatangi mereka.' Dia berkata, 'Dan di antara kita ada beberapa laki-laki yang bertathayyur (berfirasat sial).' Beliau bersabda, 'Itu adalah rasa waswas yang mereka dapatkan dalam dada mereka yang seringkali menghalangi mereka (untuk melakukan sesuatu), maka janganlah menghalang-halangi mereka. -Ibnu Shabbah berkata dengan redaksi, 'Maka jangan menghalangi kalian-." Dia berkata, "Aku berkata, 'Di antara kami adalah beberapa orang yang menuliskan garis hidup.' Beliau menjawab, 'Dahulu salah seorang nabi menuliskan garis hidup, maka barangsiapa yang bersesuaian garis hidupnya, maka itulah (yang tepat, maksudnya seorang nabi boleh menggambarkan masa yang akan datang, pent) '." Dia berkata lagi, "Dahulu saya mempunyai budak wanita yang menggembala kambing di depan gunung Uhud dan al-Jawwaniyah. Pada suatu hari aku memeriksanya, ternyata seekor serigala telah membawa seekor kambing dari gembalaannya. Aku adalah laki-laki biasa dari keturunan bani Adam yang bisa marah sebagaimana mereka juga bisa marah. Tetapi aku menamparnya sekali. Lalu aku mendatangi Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, dan beliau anggap tamparan itu adalah masalah besar. Aku berkata, "(Untuk menebus kesalahanku), tidakkah lebih baik aku memerdekakannya? ' Beliau bersabda, 'Bawalah dia kepadaku.' Lalu aku membawanya menghadap beliau. Lalu beliau bertanya, 'Di manakah Allah? ' Budak itu menjawab, 'Di langit.' Beliau bertanya, 'Siapakah aku? ' Dia menjawab, 'Kamu adalah utusan Allah.' Beliau bersabda, 'Bebaskanlah dia, karena dia seorang wanita mukminah'." Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim telah mengabarkan kepada kami Isa bin Yunus telah menceritakan kepada kami al-Auza'i dari Yahya bin Abi Katsir dengan isnad ini hadits semisalnya”.

3. at-Ta’dib
Menurut al-Atas, istilah yang paling tepat untuk menunjukan pendidikan adalah at-ta’dib. At-ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kedalam diri manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan. Lebih lanjut ia ungkapan bahwa penggunaan tarbiyah terlalu luas untuk mengungkap hakikat dan operasionalisasi pendidikan Islam. Sebab kata at-tarbiyah yang memiliki arti pengasuhan, pemeliharaan, dan kasih sayang tidak hanya digunakan untuk melatih dan memelihara binatang atau makhluk Allah lainnya. Oleh karena itu, penggunaan istilah at-tarbiyah tidak memiliki akar yang kuat dalam khazanah Bahasa Arab.
Dengan demikian istilah at-ta’dib merupakan term yang paling tepat dalam khazanah bahasa Arab karena mengandung arti ilmu, kearifan, keadilan, kebijaksanaan, pengajaran dan pengasuhan yang baik sehingga makna at-tarbiyah dan at-ta’lim sudah tercakup dalam term at-ta’dib.
Dalam terminologi hadis, ditemukan 18 tempat penggunaan term at-ta’dib secara persis yaitu:
  1. Shahih al-Bukhari 4 kali yaitu hadis no. 95, 2361, 3190, dan 4693.
  2. Sunan Abi Daud 1 kali yaitu hadis no. 2152.
  3. Sunan at-Tirmidzi 2 kali yaitu hadis no. 12 dan 1561.
  4. Sunan an-Nasa’i 1 kali yaitu hadis no. 3522.
  5. Sunan Ibn Majah 1 kali yaitu hadis no. 2801.
  6. Sunan ad-Darimi 2 kali yaitu hadis no. 2146 dan 2298.
g.      Musnad Ahmad 7 kali yaitu hadis no. 16662, 16683, 16697, 16699, 18711, 18777, dan 18808.

Salah satu contoh hadis yang persis menggunakan term at-ta’dib adalah:
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ حَدَّثَنِي أَبُو سَلَّامٍ عَنْ خَالِدِ بْنِ زَيْدٍ عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُدْخِلُ بِالسَّهْمِ الْوَاحِدِ ثَلَاثَةَ نَفَرٍ الْجَنَّةَ صَانِعَهُ يَحْتَسِبُ فِي صَنْعَتِهِ الْخَيْرَ وَالرَّامِيَ بِهِ وَمُنْبِلَهُ وَارْمُوا وَارْكَبُوا وَأَنْ تَرْمُوا أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ تَرْكَبُوا لَيْسَ مِنْ اللَّهْوِ إِلَّا ثَلَاثٌ تَأْدِيبُ الرَّجُلِ فَرَسَهُ وَمُلَاعَبَتُهُ أَهْلَهُ وَرَمْيُهُ بِقَوْسِهِ وَنَبْلِهِ وَمَنْ تَرَكَ الرَّمْيَ بَعْدَ مَا عَلِمَهُ رَغْبَةً عَنْهُ فَإِنَّهَا نِعْمَةٌ تَرَكَهَا أَوْ قَالَ كَفَرَهَا
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Manshur, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Al Mubarak, telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Yazid bin Jabir, telah menceritakan kepadaku Abu Sallam, dari Khalid bin Zaid dari 'Uqbah, ia berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Sesungguhnya Allah memasukkan tiga orang ke dalam surga karena satu anak panah, yaitu: Pembuatnya yang menginginkan kebaikan dalam membuatnya, orang yang memanah dengannya, serta orang yang mengambilkan anak panah untuknya. Panah dan naiklah kuda, kalian memanah adalah lebih aku sukai daripada kalian menaiki kuda. Bukan termasuk hiburan (yang disunahkan) kecuali tiga perkara: seseorang melatih kudanya, bercanda dengan isterinya, dan memanah menggunakan busurnya serta anak panahnya. Dan barangsiapa yang meninggalkan memanah setelah ia mengetahuinya karena tidak senang kepadanya maka sesungguhnya hal tersebut adalah kenikmatan yang ia tinggalkan atau ia berkata: yang ia ingkari."

D. Hadis-Hadis Tentang Pendidikan
Mengingat luasnya lingkup bahasan pendidikan, maka dalam tulisan ini penulis hanya membangun pembahasan tentang pendidikan dalam hadis berdasarkan beberapa unsur yang terdapat dalam pendidikan. Di antara unsur-unsur tersebut adalah pendidik dan peserta didik, tujuan pendidikan, materi pendidikan, metode pendidikan, dan lembaga pendidikan (lingkungan pendidikan).
1. Pendidik dan peserta didik
            Pendidik dan peserta didik adalah dua unsur penting yang harus ada dalam proses pendidikan. Yang dimaksud pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Seorang pendidik dituntut untuk memiliki kompetensi yang baik dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pendidik. Kompetensi tersebut adalah kompetensi paedagogis, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Jika seorang pendidik memiliki empat jenis kompetensi di atas, maka ia dapat menjadi pendidik yang baik bagi peserta didiknya. Disebutkan dalam kitab adab al-mu’allim wa al-muta’allim bahwa pendidik harus memiliki 12 sifat di mana menurut penulis 12 sifat tersebut sama sekali tidak berseberangan dengan empat jenis kompetensi yang telah disampaikan.
            Sebagai seorang pendidik, rasulullah telah memberikan teladan yang baik bagaimana seharusnya seorang pendidik menyikapi sikap peserta didiknya, bahkan ketika peserta didik tersebut melakukan kesalahan. Hal ini dapat ditemukan dalam hadis berikut:
حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَتَقَارَبَا فِي لَفْظِ الْحَدِيثِ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ هِلَالِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ قَالَ بَيْنَا أَنَا أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ عَطَسَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ فَقُلْتُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ فَقُلْتُ وَا ثُكْلَ أُمِّيَاهْ مَا شَأْنُكُمْ تَنْظُرُونَ إِلَيَّ فَجَعَلُوا يَضْرِبُونَ بِأَيْدِيهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي لَكِنِّي سَكَتُّ فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ فَوَاللَّهِ مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي وَلَا شَتَمَنِي قَالَ إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ
Artinya: “Artinya: Hadis dari Abu Ja’far Muhammad ibn Shabah dan Abu Bakr ibn Abi Syaibah, hadis Ismail ibn Ibrahim dari Hajjâj as-Shawwâf dari Yahya ibn Abi Kaşir dari Hilâl ibn Abi Maimũnah dari ‘Atha’ ibn Yasâr dari Mu’awiyah ibn Hakam as-Silmiy, Katanya: Ketika saya salat bersama Rasulullah saw., seorang dari jama’ah bersin maka aku katakan yarhamukallâh. Orang-orang mencela saya dengan pandangan mereka, saya berkata: Celaka, kenapa kalian memandangiku? Mereka memukul paha dengan tangan mereka, ketika saya memandang mereka, mereka menyuruh saya diam dan saya diam. Setelah Rasul saw. selesai salat (aku bersumpah) demi Ayah dan Ibuku (sebagai tebusannya), saya tidak pernah melihat guru sebelumnya dan sesudahnya yang lebih baik pengajarannya daripada beliau. Demi Allah beliau tidak membentak, memukul dan mencela saya. Rasulullah saw. (hanya) bersabda: Sesungguhnya salat ini tidak boleh di dalamnya sesuatu dari pembicaraan manusia. Ia hanya tasbîh, takbîr dan membaca Alquran.

            An-Nawâwi, dalam syarahnya mengatakan hadis ini menunjukkan keagungan rasulullah sebagai seorang pendidik di mana ia memiliki sikap lemah lembut dan mengasihi peserta didiknya dengan tidak membentaknya, memukulnya atau mencelanya dengan kesalahan yang telah dilakukan.
            Hadis lain yang menjelaskan tentang sikap lemah lembut rasulullah adalah:
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَابْنُ نُمَيْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ حَدَّثَنِي سَعِيدٌ وَهُوَ ابْنُ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ خَدَمْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تِسْعَ سِنِينَ فَمَا أَعْلَمُهُ قَالَ لِي قَطُّ لِمَ فَعَلْتَ كَذَا وَكَذَا وَلَا عَابَ عَلَيَّ شَيْئًا قَطُّ
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Ibnu Numair keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar Telah menceritakan kepada kami Zakaria Telah menceritakan kepadaku Sa'id yaitu Ibnu Abu Burdah dari Anas dia berkata; "Aku melayani Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam selama sembilan tahun, sama sekali tidak pernah aku dapatkan beliau menegurku dengan; 'Kenapa kamu lakukan ini dan ini.' Dan sama sekali beliau tidak pernah mencelaku sedikitpun.'
             Sikap lemah lembut seorang pendidik akan memberikan nilai tambah tersendiri sebagaimana hadis tercantum dalam hadis rasul berikut:
حَدَّثَنَا حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى التُّجِيبِيُّ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي حَيْوَةُ حَدَّثَنِي ابْنُ الْهَادِ عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ حَزْمٍ عَنْ عَمْرَةَ يَعْنِي بِنْتَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لَا يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لَا يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Harmalah bin Yahya At Tujibi; Telah mengabarkan kepada kami 'Abdullah bin Wahb; Telah mengabarkan kepadaku Haiwah; Telah menceritakan kepadaku Ibnu Al Had dari Abu Bakr bin Hazm dari 'Amrah yaitu putri 'Abdur Rahman dari 'Aisyah istri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: "Hai Aisyah, sesungguhnya Allah itu Maha Lembut. Dia mencintai sikap lemah lembut. Allah akan memberikan pada sikap lemah lembut sesuatu yang tidak Dia berikan pada sikap yang keras dan juga akan memberikan apa-apa yang tidak diberikan pada sikap lainnya."
Kemapanan sikap seorang pendidik adalah penting, karena sikapnya akan memberi pengaruh yang besar terhadap pembentukan sikap peserta didiknya. Dengan demikian, kiranya dengan tiga hadis tentang pendidik yang telah disampaikan di atas menjadi jelas bahwa selain pengetahuan yang mapan, dituntut pula bagi pendidik untuk memiliki kemapanan pada bidang lain yaitu akhlak sebagai pendidik.

2. Tujuan pendidikan
            Akhlak dalam Islam adalah hal yang urgen. Zaidan menyatakan bahwa akhlak merupakan masalah yang amat penting dan tidak dapat dipungkiri oleh siapapun dan dalam kondisi bagaimanapun. Untuk itu, maka sesungguhnya tujuan pendidikan adalah sejalan dengan tujuan pengutusan Muhammad sebagai rasul yaitu untuk membentuk pribadi yang memiliki akhlak mulia. Hal ini telah jelas karena rasul sendiri telah menjelaskan bahwa misi pengirimannya adalah untuk memperbaiki akhlak manusia. Dalam hal ini rasul bersabda:
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَجْلَانَ، عَنْ الْقَعْقَاعِ بْنِ حَكِيمٍ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ»
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Manshur berkata; telah menceritakan kepada kami Abdul 'Aziz bin Muhammad dari Muhammad bin 'Ajlan dari Al Qa'qa' bin Hakim dari Abu Shalih dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hanyasanya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang baik."
Walapun awalnya hadis di atas berkualitas dhaif karena salah seorang perawinya buruk kedhabitannya, namun karena matan hadis di atas ditemukan juga dalam beberapa kitab hadis lain maka hadis di atas menjadi hasan li ghairih.
Secara etimologis kata “akhlaq” diambil dari bahasa Arab, merupakan bentuk jamak dari kata “khuluq” yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat.  Secara terminologis, ada beberapa pengertian tentang akhlak, di antaranya adalah seperti apa yang dipaparkan oleh al-Ghazali:
الخلق عبارة عن هيئة فى النفس راسخة عنها تصدر الأفعال بسهولة ويسرٍ من غير حاجة إلى فكرو رؤية
“Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.
Kata “akhlaq” berakar dari kata خلق-يخلق” berarti menciptakan. Kata ini seakar dengan kata “khaliq” (pencipta), “makhluq” (yang diciptakan), dan “khalq” (penciptaan). Kesamaan akar kata di atas mengisyaratkan bahwa dalam akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak Tuhan (khaliq) dengan prilaku manusia (makhluq). Dengan kata lain, prilaku seseorang terhadap dirinya, orang lain, dan lingkungannya dapat dikatakan mengandung nilai akhlak yang benar ketika tindakan tersebut didasarkan kepada kehendak khaliq. Oleh karena itu, akhlak bukan saja merupakan tata aturan dan norma prilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan bahkan alam semesta sekalipun.
Hadis lain yang menerangkan tentang pentingnya akhlak yang baik bagi seorang manusia adalah hadis nabi yang berbunyi:
حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ سُلَيْمَانَ، سَمِعْتُ أَبَا وَائِلٍ، سَمِعْتُ مَسْرُوقًا، قَالَ: قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو ح وحَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ شَقِيقِ بْنِ سَلَمَةَ، عَنْ مَسْرُوقٍ، قَالَ: دَخَلْنَا عَلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، حِينَ قَدِمَ مَعَ مُعَاوِيَةَ إِلَى الكُوفَةِ، فَذَكَرَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: لَمْ يَكُنْ فَاحِشًا وَلاَ مُتَفَحِّشًا، وَقَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّ مِنْ أَخْيَرِكُمْ أَحْسَنَكُمْ خُلُقًا»
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Umar telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Sulaiman saya mendengar Abu Wa`il saya mendengar Masruq dia berkata; Abdullah bin 'Amru berkata. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepada kami Qutaibah telah menceritakan kepada kami Jarir dari Al A'masy dari Syaqiq bin Salamah dari Masruq dia berkata; "Kami pernah menemui Abdullah bin 'Amru ketika kami tiba di Kufah bersama Mu'awiyah, kemudian dia ingat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seraya berkata; "Beliau tidak pernah berbuat kejelekan dan tidak menyuruh untuk berbuat kejelekan." Lalu (Abdullah bin Amru) berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya orang yang terbaik di antara kalian ialah yang paling bagus akhlaknya."
Selain itu, urgensi tentang pendidikan akhlak juga dapat dilihat dari banyaknya ungkapan Alquran tentang tema yang menyinggung masalah akhlak. Alquran juga menyebutkan bahwa pribadi nabi Muhammad adalah sebagai suri teladan yang harus diikuti karena kualitas akhlak yang dimilikinya.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.
Dengan demikian, tujuan pendidikan adalah tidak semata-mata membangun intelektual peserta didik dari yang awalnya tidak tahu menjadi tahu, namun ada tujuan yang lebih mulia dari itu yakni membuat perubahan pada akhlak peserta didik dari yang awalnya berakhlak tidak baik menjadi berakhlak baik.

3. Materi pendidikan
Materi pendidikan dalam Islam sangatlah luas, karena keterbatasan penulis maka akan dipaparkan beberapa materi pendidikan yang dianggap urgen dan prinsip. Di antaranya adalah:
 a. Pendidikan tentang Alquran
حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، قَالَ: أَخْبَرَنِي عَلْقَمَةُ بْنُ مَرْثَدٍ، سَمِعْتُ سَعْدَ بْنَ عُبَيْدَةَ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيِّ، عَنْ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ القُرْآنَ وَعَلَّمَهُ» ، قَالَ: وَأَقْرَأَ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ فِي إِمْرَةِ عُثْمَانَ، حَتَّى كَانَ الحَجَّاجُ قَالَ: وَذَاكَ الَّذِي أَقْعَدَنِي مَقْعَدِي هَذَا
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Minhal Telah menceritakan kepada kami Syu'bah ia berkata, Telah mengabarkan kepadaku 'Alqamah bin Martsad Aku mendengar Sa'd bin Ubaidah dari Abu Abdurrahman As Sulami dari Utsman radliallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Orang yang paling baik di antara kalian adalah seorang yang belajar Al Qur`an dan mengajarkannya." Abu Abdirrahman membacakan (Al Qur`an) pada masa Utsman hingga Hajjaj pun berkata, "Dan hal itulah yang menjadikanku duduk di tempat dudukku ini."
            Perkataan “ta’allama” dan “’allamah” pada hadis di atas mengindikasikan adanya kegiatan pendidikan yang dilaksanakan dan kegiatan tersebut adalah mempelajari dan mengajarkan Alquran. Pujian yang disampaikan rasul terhadap orang yang mau mempelajari Alquran dan mengajarkannya kepada orang lain adalah sebagai pemicu agar seorang muslim menjadi lebih giat mempelajari Alquran.
            Bahkan rasulullah menerangkan kelebihan lain bagi orang yang mau mempelajari Alquran yaitu bagi orang yang mahir membaca Alquran akan ditempatkan bersama dengan malaikat di surga, sementara orang yang terbata-bata dalam mempelajari Alquran akan mendapatkan dua ganjaran kebaikan.
حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ وَهَمَّامٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ زُرَارَةَ بْنِ أَوْفَى عَنْ سَعْدِ بْنِ هِشَامٍ عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَهُوَ مَاهِرٌ بِهِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ وَالَّذِي يَقْرَؤُهُ وَهُوَ يَشْتَدُّ عَلَيْهِ فَلَهُ أَجْرَانِ

Artinya: “Telah menceritakan kepada Kami Muslim bin Ibrahim, telah menceritakan kepada Kami Hisyam dan Hammam dari Qatadah dari Zurarah bin Aufa dari Sa'd bin Hisyam dari Aisyah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Orang yang membaca Al Qur'an dan ia pandai membacanya maka ia bersama para malaikat yang mulia, dan orang yang membaca Al Qur'an sedangkan ia mengalami kesulitan dalam membacanya maka baginya dua pahala."
            Demikianlah pentingnya pendidikan Alquran bagi muslim bahwa tidaklah mungkin seorang muslim dapat hidup dengan baik tanpa pengetahuan yang baik tentang Alquran karena Alquran baginya adalah sumber dan pedoman yang harus dimengerti dan dipatuhi.

b. Pendidikan tentang hadis
حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ، عَنْ شُعْبَةَ، عَنْ أَبِي عَوْنٍ، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ عَمْرِو ابْنِ أَخِي الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ، عَنْ أُنَاسٍ مِنْ أَهْلِ حِمْصٍ، مِنْ أَصْحَابِ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا أَرَادَ أَنْ يَبْعَثَ مُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ قَالَ: «كَيْفَ تَقْضِي إِذَا عَرَضَ لَكَ قَضَاءٌ؟» ، قَالَ: أَقْضِي بِكِتَابِ اللَّهِ، قَالَ: «فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي كِتَابِ اللَّهِ؟» ، قَالَ: فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَا فِي كِتَابِ اللَّهِ؟» قَالَ: أَجْتَهِدُ رَأْيِي، وَلَا آلُو فَضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدْرَهُ، وَقَالَ: «الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رَسُولَ، رَسُولِ اللَّهِ لِمَا يُرْضِي رَسُولَ اللَّهِ» ،
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Umar dari Syu'bah dari Abu 'Aun dari Al Harits bin 'Amru anak saudara Al Mughirah bin Syu'bah, dari beberapa orang penduduk Himsh yang merupakan sebagian dari sahabat Mu'adz bin Jabal. Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika akan mengutus Mu'adz bin Jabal ke Yaman beliau bersabda: "Bagaimana engkau memberikan keputusan apabila ada sebuah peradilan yang dihadapkan kepadamu?" Mu'adz menjawab, "Saya akan memutuskan menggunakan Kitab Allah." Beliau bersabda: "Seandainya engkau tidak mendapatkan dalam Kitab Allah?" Mu'adz menjawab, "Saya akan kembali kepada sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." Beliau bersabda lagi: "Seandainya engkau tidak mendapatkan dalam Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam serta dalam Kitab Allah?" Mu'adz menjawab, "Saya akan berijtihad menggunakan pendapat saya, dan saya tidak akan mengurangi." Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menepuk dadanya dan berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah memberikan petunjuk kepada utusan Rasulullah untuk melakukan apa yang membuat senang Rasulullah." Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Yahya dari Syu'bah telah menceritakan kepadaku Abu 'Aun dari Al Harits bin 'Amru dari beberapa orang sahabat Mu'adz dari Mu'adz bin Jabal bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tatkala mengutusnya ke Yaman… kemudian ia menyebutkan maknanya."
            Berdasarkan matan hadis di atas dapat dipahami adanya hirarki sumber hukum yang harus ditempuh oleh seorang muslim manakala ia akan menetapkan atau memutuskan suatu hukum. Hirarki tersebut adalah Alquran, kemudian hadis, dan jika tidak ditemukan pada keduanya tentang masalah yang akan ditetapkan, maka ijtihad dapat dilakukan dengan tetap merujuk pada dua sumber sebelumnya.
Walaupun tidak secara eksplisit ditemukan adanya perintah untuk mempelajari hadis, namun dari hirarki tindakan yang harus dilakukan berdasarkan hadis di atas dapat dilihat bahwa hadis menempati posisi kedua setelah Alquran bagi seorang muslim dalam menetapkan dan memutuskan satu perkara. Dengan demikian menjadi penting bagi seorang muslim untuk mempelajari hadis sehingga dengan itu ia akan dapat mengambil keputusan yang tepat dalam perkara-perkara yang dihadapinya.
                Dalam catatan sejarah rasulullah telah berhasil melaksanakan pendidikan hadis kepada para sahabat sehingga dengan itu para sahabat menjadi generasi dengan tingkat kepengikutan yang tinggi kepada sunnah. Menurut al-Khatib, nabi dalam pensuksesan pendidikan sunnah kepada sahabat menggunakan beberapa cara yaitu tadarruj, markaz at-ta’lim, husn at-tarbiyah wa at-ta’lim, tanwi’ wa taghyir, tatbiq al-‘amali, mura’ah al-mustawiyat al-mukhtalifah, taisir wa ‘adam at-tasydid, dan  ta’lim an-nisa’.
Demikianlah pentingnya pendidikan hadis bagi ummat Islam sehingga rasulullah mengajarkan para sahabatnya dengan menggunakan berbagai cara yang disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan.

c. Pendidikan keimanan
حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ، عَنْ جَرِيرٍ، عَنْ أَبِي حَيَّانَ، عَنْ أَبِي زُرْعَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَوْمًا بَارِزًا لِلنَّاسِ، إِذْ أَتَاهُ رَجُلٌ يَمْشِي، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الإِيمَانُ؟ قَالَ: «الإِيمَانُ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلاَئِكَتِهِ، وَكُتُبِهِ، وَرُسُلِهِ، وَلِقَائِهِ، وَتُؤْمِنَ بِالْبَعْثِ الآخِرِ» ..
Artinya: “Telah menceritakan kepadaku Ishaq dari Jarir dari Abu Hayyan dari Abu Zur'ah dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Pada suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedang berada bersama kami, lalu datanglah seorang laki-laki dengan berjalan kaki, lantas bertanya; "Wahai Rasulullah, apakah iman itu?" beliau menjawab: "Engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, para Rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, dan hari akhir." 
Penanaman keimanan merupakan tujuan utama dalam pendidikan yang dilaksanakan. Hadis di atas dapat dikatakan salah satu referensi tentang pendidikan keimanan dalam Islam, sebagaimana yang telah dipraktikkan malaikat Jibril dan rasul kepada para sahabat.
Pentingnya pendidikan iman bagi seorang muslim menurut al-Qardhawi adalah sebagai benteng yang memelihara dirinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama. Kehidupan tanpa iman merupakan kehidupan yang tidak mengandung kebaikan, kemuliaan, dan rasa kemanusiaan.
Untuk itulah, kenapa dalam Islam penanaman keimanan menjadi salah satu tujuan utama dalam pendidikan. Keimanan yang benar bagi seorang muslim adalah mutlak dan bersifat fundamental. Hal ini disebabkan karena semua perkataan dan perbuatan yang dilakukan oleh manusia adalah representasi dari keimanannya.

4. Metode Pendidikan
a. Metode keteladanan
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ، قَالَ: أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ، عَنْ عَمْرِو بْنِ سُلَيْمٍ الزُّرَقِيِّ، عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الأَنْصَارِيِّ، «أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ بِنْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلِأَبِي العَاصِ بْنِ رَبِيعَةَ بْنِ عَبْدِ شَمْسٍ فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا، وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا»

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada kami Malik dari 'Amir bin 'Abdullah bin Az Zubair dari 'Amru bin Sulaim Az Zuraqi dari Abu Qatadah Al Anshari, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah shalat dengan menggendong Umamah binti Zainab binti Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." Dan menurut riwayat Abu Al 'Ash bin Rabi'ah bin 'Abdu Syamsi, ia menyebutkan, "Jika sujud beliau letakkan anak itu dan bila berdiri beliau gendong lagi."
            Hadis di atas merupakan salah satu metode pendidikan menggunakan keteladanan (pemberian contoh) oleh rasulullah. Metode keteladanan memiliki pengaruh yang sangat besar karena dengan metode ini peserta didik akan dapat melihat secara langsung materi ajar dan kemudian dapat mencotohnya.

2. Memudahkan dan menggembirakan

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، قَالَ: حَدَّثَنِي أَبُو التَّيَّاحِ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «يَسِّرُوا وَلاَ تُعَسِّرُوا، وَبَشِّرُوا، وَلاَ تُنَفِّرُوا»
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id berkata, telah menceritakan kepada kami Syu'bah Telah menceritakan kepadaku Abu At Tayyah dari Anas bin Malik dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "permudahlah dan jangan persulit, berilah kabar gembira dan jangan membuat orang lari."
Hadis di atas menjelaskan bahwa proses pembelajaran harus dibuat dengan mudah sekaligus menyenangkan agar peserta didik tidak tertekan secara psikologis dan tidak merasa bosan terhadap suasana di kelas, serta apa yang diajarkan oleh gurunya. Dan suatu pembelajaran juga harus menggunakan metode yang tepat disesuaikan dengan situasi dan kondisi, terutama dengan mempertimbangkan keadaan orang yang akan belajar.

3. Menggunakan Perkataan yang Jelas dan Terang
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ، وَأَبُو بَكْرٍ، ابْنَا أَبِي شَيْبَةَ، قَالَا: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ أُسَامَةَ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ رَحِمَهَا اللَّهُ، قَالَتْ: «كَانَ كَلَامُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلَامًا فَصْلًا يَفْهَمُهُ كُلُّ مَنْ سَمِعَهُ»
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Utsman dan Abu Bakar -keduanya putera Abu Syaibah- keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Waki' dari Sufyan dari Abu Usamah dari Az Zuhri dari Urwah dari 'Aisyah -semoga Allah merahmatinya- ia berkata, "Ucapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam itu jelas hingga dapat dipahami oleh siapa saja yang mendengarnya."
Perkataan yang jelas dan terang akan menjadi salah satu faktor keberhasilan suatu pendidikan, karena jika tidak demikian dikhawatirkan nantinya akan terjadi salah pengertian. Ketika terjadi salah pengertian bukan tidak mungkin justru peserta didik akan melenceng dari yang diharapkan. Diharapkan dengan adanya perkataan yang jelas dan terang tersebut peserta didik mampu menyerap dan memahami apa yang diharapkan oleh pendidik.
            Pada lingkup yang lebih kecil, selain tiga metode di atas sesungguhnya masih banyak metode pendidikan yang telah dicontohkan oleh rasulullah. Seperti metode kisah, tanya jawab, metode kiasan, dan lain-lain.

5. Lembaga Pendidikan
a. Keluarga
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ قَالَ ابْنُ شِهَابٍ يُصَلَّى عَلَى كُلِّ مَوْلُودٍ مُتَوَفًّى وَإِنْ كَانَ لِغَيَّةٍ مِنْ أَجْلِ أَنَّهُ وُلِدَ عَلَى فِطْرَةِ الْإِسْلَامِ يَدَّعِي أَبَوَاهُ الْإِسْلَامَ أَوْ أَبُوهُ خَاصَّةً وَإِنْ كَانَتْ أُمُّهُ عَلَى غَيْرِ الْإِسْلَامِ إِذَا اسْتَهَلَّ صَارِخًا صُلِّيَ عَلَيْهِ وَلَا يُصَلَّى عَلَى مَنْ لَا يَسْتَهِلُّ مِنْ أَجْلِ أَنَّهُ سِقْطٌ فَإِنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ يُحَدِّثُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ { فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا }
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu'aib berkata, Ibnu Syihab: "Setiap anak yang wafat wajib dishalatkan sekalipun anak hasil zina karena dia dilahirkan dalam keadaan fithrah Islam, jika kedua orangnya mengaku beragama Islam atau hanya bapaknya yang mengaku beragama Islam meskipun ibunya tidak beragama Islam selama anak itu ketika dilahirkan mengeluarkan suara (menangis) dan tidak dishalatkan bila ketika dilahirkan anak itu tidak sempat mengeluarkan suara (menangis) karena dianggap keguguran sebelum sempurna, berdasarkan perkataan Abu Hurairah radliallahu 'anhu yang menceritakan bahwa Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Tidak ada seorang anakpun yang terlahir kecuali dia dilahirkan dalam keadaan fithrah. Maka kemudian kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya?". Kemudian Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata, (mengutip firman Allah QS Ar-Ruum: 30 yang artinya: ('Sebagai fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu").
            Keluarga adalah salah satu lembaga pendidikan dan ia memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan dan pertumbuhan seorang anak. Orang yang paling bertanggung jawab terhadap pendidikan anak dalam keluarga adalah kedua orang tuanya. Jika kedua orang tua dapat mendidik dan memberikan pengaruh yang baik terhadap anaknya, maka anaknya akan tumbuh tetap dalam kefitrahannya sebagaimana yang telah Allah tetapkan atasnya.

b. Mesjid
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ، فِيمَا قُرِئَ عَلَيْهِ عَنْ إِسْحَاقَ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ، أَنَّ أَبَا مُرَّةَ، مَوْلَى عَقِيلِ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، أَخْبَرَهُ عَنْ أَبِي وَاقِدٍ اللَّيْثِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَمَا هُوَ جَالِسٌ فِي الْمَسْجِدِ وَالنَّاسُ مَعَهُ، إِذْ أَقْبَلَ نَفَرٌ ثَلَاثَةٌ، فَأَقْبَلَ اثْنَانِ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَذَهَبَ وَاحِدٌ، قَالَ فَوَقَفَا عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَرَأَى فُرْجَةً فِي الْحَلْقَةِ فَجَلَسَ فِيهَا، وَأَمَّا الْآخَرُ فَجَلَسَ خَلْفَهُمْ، وَأَمَّا الثَّالِثُ فَأَدْبَرَ ذَاهِبًا، فَلَمَّا فَرَغَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «أَلَا أُخْبِرُكُمْ عَنِ النَّفَرِ الثَّلَاثَةِ؟ أَمَّا أَحَدُهُمْ فَأَوَى إِلَى اللهِ، فَآوَاهُ اللهُ، وَأَمَّا الْآخَرُ فَاسْتَحْيَا، فَاسْتَحْيَا اللهُ مِنْهُ، وَأَمَّا الْآخَرُ فَأَعْرَضَ، فَأَعْرَضَ اللهُ عَنْهُ»
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id dari Malik bin Anas sebagaimana yang telah di bacakan kepadanya dari Ishaq bin 'Abdullah bin Abu Thalhah bahwa Abu Murrah -budak dari- 'Aqil bin Abu Thalib; Telah mengabarkan kepadanya dari Abu Waqid Al Laitsi "Bahwa pada saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedang duduk di masjid beserta para sahabatnya, tiba-tiba datang tiga orang. Yang dua orang mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, sedang yang seorang lagi terus pergi begitu saja. Salah seorang di antara yang berdua tadi kemudian mencari-cari tempat kosong dalam halaqah tersebut, lalu dia duduk di situ. Sedangkan seorang lagi mencari-cari tempat dan duduk di bagian belakang. Adapun orang yang ketiga dia pergi begitu saja. Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam selesai memberikan pengajian beliau bersabda: 'Perhatikanlah, maukah kuberitahukan kepada kalian tentang orang yang bertiga itu? Satu di antaranya mencari tempat di sisi Allah, maka Allah melapangkan tempat baginya. Orang yang kedua malu-malu, maka Allah pun malu pula kepadanya. Dan orang yang ketiga jelas dia berpaling, maka Allah berpaling pula daripadanya.' Dan telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Al Mundzir; Telah menceritakan kepada kami 'Abdush Shamad; Telah menceritakan kepada kami Harb yaitu Ibnu Syadad; Demikian juga telah diriwayatkan dari jalur yang lain; Dan telah menceritakan kepadaku Ishaq bin Manshur; Telah mengabarkan kepada kami Habban; sTelah menceritakan kepada kami Aban keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Abu Katsir bahwa Ishaq bin 'Abdullah bin Abu Thalhah; Telah menceritakan kepadanya melalui sanad ini dengan Hadits yang semakna.
Mesjid merupakan lembaga pendidikan yang kedua dalam Islam setelah keluarga. Di zaman rasulullah dan para sahabat, mesjid merupakan lembaga pendidikan utama yang memiliki peran sentral dalam pelaksanaan pendidikan, selain fungsinya sebagai tempat ibadah. Pemungsian mesjid sebagai lembaga pendidikan pada masa nabi tidak hanya digunakan untuk membahas ilmu-ilmu agama saja, namun lebih luas dari pada itu. Mesjid juga digunakan untuk membicarakan permasalahan politik dan permasalahan umat lainnya.

D. Penutup
            Ditemukan beberapa term pendidikan yang digunakan dalam hadis yaitu at-tarbiyah, at-ta’lim, dan at-tadris. Memang terjadi perbedaan pendapat di kalangan ahli tentang term mana yang paling cocok digunakan untuk pendidikan. Namun secara umum term yang paling populer digunakan adalah at-tarbiyah.
            Berdasarkan pembatasan lingkup masalah yang dilakukan yaitu khusus membahas masalah yang berkaitan dengan unsur-unsur pendidikan dapat disampaikan bahwa ditemukan hadis rasul yang membahas tentang pendidik dan peserta didik, tujuan pendidikan, materi pendidikan, metode pendidikan, dan lembaga pendidikan. Walaupun sebenarnya pembahasan masih sangat terbatas dikarenakan keterbatasan yang dimiliki penulis.


Daftar Pustaka

al-Attas, Muhammad Nuquib. Konsep Pendidikan Islam. Terj. Haidar Bagir. Bandung: Mizan, 1994.
al-Bukhari, Muhammad ibn Ismail Abu ‘Abdillah. Şāhīh al-Bukhāri. t.t.p.: Dār Thauq an-Najāh, 1422 H.
al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad. Ihya’ ‘Ulum ad-Dīn Jilid III. Beirut: Dar al-Fikr, 1989.
al-Hajar, Maulana Alam. Adab al-Mu’allim wa al-Muta’allim. Beirut: Dar al-Manahil, 1985.
Al-Jamaly, Muhammad Fadhil. nahwa Tarbiyat Mukminat.  al-syirkat al-Tunisiyat li al-Tauzi’ 1977.
al-Khatib, Ajjaj. Ushul al-Hadits ‘Ulumuh wa Mushthalahuh. Beirut: Dar al-Fikr, 1989.
al-Khauli, Muhammad Abdul Aziz Ibn Ali asy-Syadzili. al-Adab an-Nabawi. Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1423 h.
al-Qardhawi, Yusuf. al-Iman wa al-Hayah. dalam Pustaka Pengetahuan Alquran Jilid I. ed. Atang Ranuwijaya. Jakarta: Rehal Publika, 2007.
al-Qurthubiy, Ibn Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anshary. Tafsir Qurthuby. Kairo: Dar  al-Sya’biy. t. t.
Al-Thoumy,  Omar Muhammad Al-Syaibani. Falasafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
An-Nahlawi, Abdurrahman. Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam. Bandung: CV. Diponegoro, 1992.
an-Naisaburi, Muslim ibn al-Hajaj Abu al-Hasan al-Qusyairi. Shāhih Muslim. Beirut: Dar Ihya’ at-Turats al-‘Arabi. t.t.
an-Nasa’i, Abu Abdirrahman Ahmad.  as-Sunan as-Sughra li an-Nasa’i. Halab: Maktabah al-Mathb’ah al-Islamiyah. cet. 2, 1986.
an-Nawani, Abu Zakaria Yahya Ibn Syaraf. Syarh an-Nawai ‘ala Shahih Muslim. Beirut: Dar al-Fikr. cet. 2, 1401 H. juz 5.
as-Sijistani, Abu Daud Sulaiman bin al-Ast’ats bin Ishak bin Busyair bin Syaddad bin ‘Amru al-Azdy. Sunan Abi Daud. Beirut: al-Maktabah al-Ashriyah. t.t.
Baqy, Muhammad Fuad Abdul. al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz Alquran. Kairo: Dar Kutub al-Mishriyah. 1364  H.
Departemen Agama. Al-Quran dan  Terjemahnya. Jakarta: Departemen Agama RI, 1985.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. cet. 1. ed. 4, 2008.
Hanbal, Abu Abdillah Ahmad Ibn Muhammad Ibn. Musnad al-Imam Ahmad Ibn Hanbal. t. t. p.: Muassasah ar-Risalah. cet. 1, 1421 H. juz 14.
Ismail S. M. . Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbaisis PIKEM. Semarang: Rasail Media Group, 2008.
Jalal, Abdul Fatah. Azaz-Azaz Pendidikan Islam. Terj. Harry Noer Ali. Bandung: CV. Diponegoro, 1988.
Langgulung, Hasan. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Al-Husna, 2000.
Ma’luf, Louis. Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam. Beirut: Dar asy-Syuruq, 1986.
Nasution, Harun. et. al. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1992.
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru dan Dosen.
Ridha, Muhammad Rasyid. Tafsir Alquran al-Hakim; Tafsir al-Manar. Beirut: Dar al-Fikr. t. t.
Syalabi, Ahmad. Tarikh  at-tarbiyah al-Islamiyat. Kairo: al-Kasyaf, 1945.
Tirtarahardja, Umar dan S. L. La Sulo. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2005.
Wahid, Ramli Abdul. Studi Ilmu Hadis. Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2002.
Winsikh, A. Y. al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadz al-Hadis an-Nabawi. Leiden: Maktabah Beril, 1936.
Zaidan, Abdul Karim. Ushul ad-Da’wah. t. t.: Muassasah ar-Risalah, 2001.




 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka. cet. 1. ed. 4, 2008), h. 103. 
 Muhammad Fadhil Al-Jamaly, nahwa Tarbiyat Mukminat, ( al-syirkat al-Tunisiyat li al-Tauzi’ 1977), h. 3
 Ahmad Syalabi, Tarikh  at-tarbiyah al-Islamiyat, (Kairo: al-Kasyaf, 1945), h. 21-3
 Ibn Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anshary al-Qurthubiy, Tafsir Qurthuby (Kairo: Dar  al-Sya’biy. t. t), juz 1, h. 120
 Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Diponegoro, 1992), h. 31
 Omar Muhammad Al-Thoumy  Al-Syaibani, Falasafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 41
 Muhammad Fuad Abdul Baqy, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz Alquran (Kairo: Dar Kutub al-Mishriyah, 1364  H, h. 300.
 Q. S. al-Isra’/17: 24.
 A. Y. Winsikh, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadz al-Hadis an-Nabawi (Leiden: Maktabah Beril, 1936),  h. 216.
 Muhammad ibn Ismail Abu ‘Abdillah al-Bukhari, Şāhīh al-Bukhāri (t.t.p.: Dār Thauq an-Najāh, 1422 H), juz 2, h. 108. 
 Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Alquran al-Hakim; Tafsir al-Manar (Beirut: Dar al-Fikr, t. t), juz 7, h. 262
 Abdul Fatah Jalal, Azaz-Azaz Pendidikan Islam, Terj. Harry Noer Ali, (Bandung: CV. Diponegoro, 1988), h. 29-30
 Muslim ibn al-Hajaj Abu al-Hasan al-Qusyairi an-Naisaburi, Shāhih Muslim (Beirut: Dar Ihya’ at-Turats al-‘Arabi, t.t.), juz 1, h. 381.
 Muhammad Nuquib al-At. tas, Konsep Pendidikan Islam, Terj. Haidar Bagir, (Bandung: Mizan, 1994), h. 60
 Abu Daud Sulaiman bin al-Ast’ats bin Ishak bin Busyair bin Syaddad bin ‘Amru al-Azdy as-Sijistani, Sunan Abi Daud (Beirut: al-Maktabah al-Ashriyah, t.t.), juz 3, h. 13.
 Umar Tirtarahardja dan S. L. La Sulo, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2005),  h. 75.
 Baca Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru dan Dosen.
 Baca Maulana Alam al-Hajar, Adab al-Mu’allim wa al-Muta’allim (Beirut: Dar al-Manahil, 1985), h. 21-34.
 an-Naisaburi, Shāhih Muslim, juz, 1, h. 381; Lihat juga Abu Abdillah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad Ibn Hanbal (t. t. p.: Muassasah ar-Risalah, cet. 1, 1421 H), juz 39, h. 175;  Abu Abdirrahman Ahmad an-Nasa’i,  as-Sunan as-Sughra li an-Nasa’i (Halab: Maktabah al-Mathb’ah al-Islamiyah, cet. 2, 1986),  juz 3, h. 14.
 Abu Zakaria Yahya Ibn Syaraf an-Nawani, Syarh an-Nawai ‘ala Shahih Muslim (Beirut: Dar al-Fikr, cet. 2, 1401 H), juz 5, h. 20.
 an-Naisaburi, Shāhih Muslim, juz, 4, h. 1804.
 Ibid., h. 2003.
 Abdul Karim Zaidan, Ushul ad-Da’wah (t. t.: Muassasah ar-Risalah, 2001), juz 1, h. 79.  
 Abu Abdillah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad Ibn Hanbal (t. t. p.: Muassasah ar-Risalah, cet. 1, 1421 H), juz 14, h. 512.
 Muhammad Abdul Aziz Ibn Ali asy-Syadzili al-Khauli, al-Adab an-Nabawi (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1423 h), Juz 1, h. 127.
Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum ad-Dīn Jilid III (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), h. 58.
 Louis Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam (Beirut: Dar asy-Syuruq, 1986), h. 164.
 Harun Nasution, et. al., Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992), h. 98.
 al-Bukhari, Şāhīh al-Bukhāri, juz 8, h. 12.
 Q. S. al-Ahzab/33: 21.
 al-Bukhari, Şāhīh al-Bukhāri, juz 6, h. 192. 
 Abu Daud Sulaiman bin al-Ast’ats bin Ishak bin Busyair bin Syaddad bin ‘Amru al-Azdy as-Sijistani, Sunan Abi Daud (Beirut: al-Maktabah al-Ashriyah, t.t.), juz 2, h. 70. 
 Ibid., h. 303. 
 Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadis (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2002), h. 38.
 Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits ‘Ulumuh wa Mushthalahuh (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), h. 57.
 al-Bukhari, Şāhīh al-Bukhāri, juz 6, h. 115. 
 Yusuf al-Qardhawi, al-Iman wa al-Hayah, dalam Pustaka Pengetahuan Alquran Jilid I, ed. Atang Ranuwijaya (Jakarta: Rehal Publika, 2007) h, 31.
 al-Bukhari, Şāhīh al-Bukhāri, juz 1, h. 25.
 Ismail SM. , Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbaisis PIKEM (Semarang: Rasail Media Group, 2008), h. 13.
 as-Sijistani, Sunan Abi Daud, juz 4, h. 261. 
 al-Bukhari, Şāhīh al-Bukhāri, juz 2, h. 94. 
 Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Al-Husna, 2000), h. 205.

0 komentar:

Post a Comment