TAKWA
A.
Pengertian
dan Kedudukan Takwa
Takwa
berasal dari kata waqa-yaki-wiqayah yang artinya memelihara.” Memelihara
diri dalam menjalani hidup sesuai tuntunan/petunjuk Allah." Takwa lebih
dekat dengan kata waqa. Waqa bermakna melindungi sesuatu,
memelihara dan melindunginya dari berbagai hal yang membahayakan dan merugikan.
Dalam bahasa Arab adalah memelihara diri dari siksaan Allah dengan mematuhi
segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Tidak
cukup diartikan dengan takut saja. Dari kata takwa ini, takwa diartikan
berusaha memelihara dari ketentuan Allah dan melindungi diri dari dosa/larangan
Allah. Bisa juga diartikan berhati-hati dalam menjalani hidup sesuai petunjuk
Allah.
Adapun
arti lain dari takwa, yaitu :
1.
Melaksanakan segala
perintah Allah
2.
Menjauhkan diri dari
segala yang dilarang Allah (haram)
3.
Ridho (menerima dan
ikhlas) dengan hukum-hukum dan ketentuan Allah
Kata “takwa” sering kita dengar dalam
ceramah-ceramah agama, sebagaimana kalimat ini mudah dan ringan diucapkan di
lisan kita. Akan tetapi, sudahkah hakikat kalimat ini terwujud dalam diri kita
secara nyata? sudahkah misalnya ciri-ciri orang bertakwa yang disebutkan dalam
ayat berikut ini terealisasi dalam diri kita?
Artinya:
“(yaitu)
orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun sempit,dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kasalahan) orang lain. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang
apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat
Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat
mengampuni dosa selain dari Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan
kejinya itu,sedang mereka mengetahuinya” (QS. Ali ‘Imran: 134-135)
Kriteria takwa adalah:
1.
Al-kouf bil jalil ( takut kepada Allah yang Maha Mulia)
Yang dimaksud takut di sini bukan seperti
kepada algojo atasan yang jahat, namun takut di sini adalah takut karena
kebesaran dan ke- Maha Bijaksanaan Allah Swt
2.
Al-hukmu bil tanzil (berhukum kepada Al-Qur’an yang diturunkan)
Banyak di antara Islam yang ingin berhukum kepada al-qur’an, namun mereka
masih memakai hukum kuffar
3.
Al-isti’dad li yaumil rahil (menyiapkan diri untuk hari akhirat)
Nabi Saw pernah menyatakan bahwa orang yang cerdas orang yang dapat
menahan hawa nafsunya dan beramal untuk persiapan setelah meninggal dunia.
4.
Al-ridho bil qolil (ridho dengan bagian yang sedikit)
Sikap ini
sejalan dengan makna qona’ah (rasa puas dengan pemberian Allah) Sikap
ini sangat sulit jika tidak didorong dengan sikap husnuzhan (baik
sangka) kepada Allah Swt.
Syarat dalam mencapai takwa antara
lain:
1.
Ilmu
Sebagai syarat untuk menggapai derajat takwa, karena ilmu adalah
merupakan langkah awal untuk melakukan atau menentukan sesuatu untuk mencapai
tujuan.
2.
Ikhlas
Yang dimaksud adalah mentauhidkan Allah dalam segala bentuk
peribadahan kepada-Nya, memurnikan ibadah hanya untuk Allah, dalam rangka
menjalankan perintah dan menjauhi larangang-Nya.
3.
Ittiba’
Mengikuti contoh (suri tauladan) nabi Muhammad Rasulullah shalallahu’alaihi
wa sallam di seluruh totalitas kehidupan kita dalam beribadah kepada Allah Swt.
B.
Hubungan
Manusia dengan Allah
Para
ulama telah menjelaskan apa yang dimaksud dengan takwa. Imam ar-Raghib
al-Ashfahani mendefinisikan “Takwa yaitu menjaga jiwa dari perbuatan yang
membuatnya berdosa dan itu dengan meninggalkan apa yang dilarang menjadi sempurna
dengan meninggalkan sebagian yang dihalalkan.” Imam an-Nawawi mendefinisikan
takwa dengan “menaati perintah dan larangan-Nya. Oleh karena itu orang yang
bertaqwa memiliki hubungan yang baik dengan Allah Swt, dan Allah akan
memberikan kemudahan hidup, kemurahan rezeki, dan sebagainya. Sebagaimana Allah
Swt berfirman dalam Q.S At Thalaq ayat 3:
Artinya:
“Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya. Dan Barang siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya
Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan
yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi
tiap-tiap sesuatu”. (Q.S. At Thalaq : 3)
C.
Hubungan
Manusia dengan Sesama Manusia
Selain
memelihara komunikasi dan hubungan tetap dengan Allah Swt, dimensi takwa yang
kedua adalah memelihara dan membina hubungan baik dengan sesama manusia.
Hubungan antar manusia ini dapat dibina dan dipelihara, antara lain dengan
mengembangkan cara dan gaya hidup yang selaras dengan nilai dan norma yang
disepakati bersama dalam masyarakat dan negara yang sesuai dengan nilai dan
norma agama.
D.
Hubungan
Manusia dengan Diri Sendiri
Hubungan
manusia dengan diri sendiri sebagai dimensi takwa yang ketiga dapat dipelihara
dengan jalan menghayati benar patokan-patokan akhlak, yang disebutkan Tuhan
dalam berbagai ayat al-qur`an. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri
disebutkan cara-caranya didalam ayat-ayat takwa dan dicontohkan dengan
keteladanan Nabi Muhammad Saw. Diantaranya dengan senantiasa berlaku: sabar,
pemaaf, adil, ikhlas, berani, memegang amanah, mawas diri dan mengembangkan
semua sikap yang terkandung dalam akhlakul karimah atau budi pekerti yang baik.
E.
Hubungan
Manusia dengan Lingkungan Hidup
Hubungan
manusia dengan lingkungan hidupnya dapat dikembangkan, antara lain dengan
memelihara dan menyayangi binatang dan tumbuh-tumbuhan, tanah, air, udara serta
semua alam semesta yang sengaja diciptakan Allah untuk kepentingan manusia dan
makhluk lainnya.
Melihat
pola takwa yang dilukiskan dengan mengikuti empat jalur komunikasi manusia
tersebut di atas, jelas kiranya ruang lingkup takwa kepada Allah, menyangkut
seluruh jalur dan aspek kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan Allah,
diri sendiri, dengan manusia lain maupun dengan alam dan lingkungan hidup.
0 komentar:
Post a Comment