Pages

Thursday, November 5, 2015

AKHLAK Oleh Edi Sucipno



AKHLAK
Oleh: Edi Sucipno

Akhlak merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar ajaran Islam yang juga memiliki kedudukan yang sangat penting. Akhlak merupakan buah yang dihasilkan dari proses menerapkan akidah dan syariah. Ibarat bangunan, akhlak merupakan kesempurnaan dari bangunan tersebut setelah fondasi dan bangunannya kuat. Jadi, tidak mungkin akhlak ini akan terwujud pada diri seseorang jika dia tidak memiliki aqidah dan syariah yang baik. Akhir-akhir ini istilah akhlak lebih didominasi istilah karakter yang sebenarnya memiliki esensi yang sama, yakni sikap dan perilaku seseorang.
Nabi Muhammad Saw dalam salah satu sabdanya mengisyaratkan bahwa kehadirannya di muka bumi ini membawa misi pokok untuk menyempurnakan akhlak mulia di tengah-tengah masyarakat. Misi Nabi ini bukan misi yang sederhana, tetapi misi yang agung yang ternyata untuk merealisasikannya membutuhkan waktu yang cukup lama, yakni lebih dari 22 tahun. Nabi melakukannya mulai dengan pembenahan aqidah masyarakat Arab, kurang lebih 13 tahun, lalu Nabi mengajak untuk menerapkan syariah setelah aqidahnya mantap. Dengan kedua sarana inilah (aqidah dan syariah), Nabi dapat merealisasikan akhlak yang mulia di kalangan umat Islam pada waktu itu.
Tujuan dari kajian tentang akhlak ini adalah agar para mahasiswa memiliki pemahaman yang baik tentang akhlak Islam (moral knowing), ruang lingkupnya, dan pada akhirnya memiliki komitmen (moral feeling) untuk dapat menerapkan akhlak yang mulia dalam kehidupan sehari-hari (moral action). Dengan kajian ini diharapkan mahasiswa dapat memiliki sikap, moral, etika, dan karakter keagamaan yang baik yang dapat dijadikan bekal untuk mengamalkan ilmu yang ditekuninya di kehidupannya kelak di tengah masyarakat.

A.      Arti dan Ruang Lingkup
Secara etimologi akhlak adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku dan tabi’at. Sinonim kata akhlak adalah budi pekerti, tata krama, sopan santun, moral dan etika.[1] Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak adalah kebiasaan, kehendak. Di dalam Ensiklopedi pendidikan bahwa akhlak adalah budi pekerti, watak, kesusilaan yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap Khaliknya dan terhadap sesama manusia.
Secara epistemologi atau istilah akhlak bisa diartikan berbagai perspektif sesuai dengan para ahli tasawuf diantaranya :
1.        Menurut Ibnu Maskawaih akhlak adalah “Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dahulu)”.
2.        Menurut  Imam Al-Ghozali akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu)”.
3.        Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin bahwa yang disebut akhlak “Adatul-Iradah” atau kehendak yang dibiasakan. “Sementara orang membuat definisi akhlak, bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinakamakan akhlak.”
Sehingga Prof. KH. Farid Ma’ruf membuat kesimpulan tentang definisi akhlak ini sebagai “Kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu”.
Jadi pada hakekatnya akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah menetap dalam jiwa dan kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa pemikiran.
Menurut Jamil Salibah (ahli bahasa Arab kontemporer asal Suriah), adalah akhlak yang baik dan ada yang buruk. Akhlak yang baik disebut adab. Kata adab juga digunakan dalam arti etika yaitu tata cara sopan santun dalam masyarakat guna memelihara hubungan baik antar mereka.
Para ulama berbeda pendapat tentang apakah akhlak yang lahir dari manusia merupakan hal pendidikan dan latihan ataukah pembawah sejak lahir. Sebagian mengatakan bahwa akhlak merupakan pembawah sejak lahir orang yang bertingkah laku baik atau buruk karena pembawanya sejak lahir. Karenanya, akhlak tidak bisa diubah melalui pendidikan atau latihan. Pandangan ini dipegang oleh kaum Jabariah, salah satu aliran dalam teologi islam. Sebagian lain berpendapat bahwa akhlak merupakan hasil pendidikan. Karenanya, akhlak bisa diubah melalui pendidikan, dan itulah sebabnya mengapa Rasulullah SAW “diutus untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Malik). Pendapat ini dipegang oleh kebanyakan ulama . Ibnu Maskawaih, ketika mengeritik pandangan pertama, mengatakan bahwa pandangan negatif tersebut antara lain akan memebuat segalah bentuk normal dan bimbingan jadi tertolak, orang jadi tunduk pada kekejaman dan kelaliman, serta anak-anak jadi liar karena tubuh dan perkembangan tanpa nasihat dan pendidikan.
Menurut Quraish Shihab, meskipun kedua potensi ini terdapat dalam diri manusia, ada isyarat dalam Al-Qur’an bahwa manusia pada dasarnya cenderung pada kebajikan. Didalam Al-Qur’an diuraikan bahwa iblis menggoda Adam, lalu adam durhaka kepada Tuhan. Sebelum digoda iblis, Adam tidak durhaka artinya ia tidak melakukan sesuatu yang buruk akibat godaan itu, adam menjadi sesat, tetapi kemudian bertobat kepada tuhan sehingga kembali kepada kesuciannya.[2]
Seseorang yang memberikan pertolongan kepada orang lain belumlah dapat dikatakan ia seorang yang berakhlak baik. Apabila ia melakukan hal tersebut karena dorongan oleh hati yang tulus, ikhlas, dari rasa kebaikannya/ kasihannya sesama manusia maka ia dapat dikatakan berakhlak dan berbudi pekerti yang baik. Akhlak biasanya bersifat spontan, Contoh sifat spontan akhlak adalah apabila ada seseorang yang menyumbang dalam jumlah besar untuk pembangunan mesjid setelah mendapat dorongan dari seorang da’i (yang mengemukakan ayat-ayat dan hadist-hadist tentang keutamaan membangun mesjid di dunia), maka orang tadi belum bisa dikatakan mempunyai sifat pemurah, karena kemurahannya itu lahir setelah mendapat dorongan dari luar dan belum tentu muncul lagi pada kesempatan yang lain. Boleh jadi tanpa dorongan seperti itu, dia tidak akan menyumbang. Dari keterangan di atas jelaslah bagi kita bahwa akhlak itu bersifat spontan dan tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar.
Kata akhlak dipakai untuk perbuatan terpuji dan perbuatan tercela. Oleh karena itu akhlak memerlukan batasan agar bisa dikatakan akhlak terpuji/akhlak tercela. 

B.       Perbedaan Akhlak, Etika dan Moral.
Akhlak juga dikenal dengan istilah etika dan moral. Ketiga istilah itu sama-sama menentukan nilai baik dan buruk sikap dan perbuatan manusia. Akhlak itu ada yang bersifat tabrat / alami, maksudnya bersifat fitrah sebagai pembawaan sejak lahir, misalnya sabar, penyayang, malu, sebagaimana di dalam Hadistt Abdil Qais disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW berkata kepadaku “sesungguhnya pada diri kamu ada dua tabiat yang di sukai Allah”, Aku berkata “Apa yang dua itu ya Rasulullah?”, Rasulullah SAW menjawab “Sabar dan malu”.
Perbedaan antara Akhlak, Etika, dan Moral adalah:
1.    Akhlak bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Tidak bersifat lokal dan temporal tetapi universal dan abadi/kontinuitas.
2.    Akhlak praktis sesuai dengan fitrah manusia
3.    Etika adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu masyarakat tertentu. Etika lebih banyak dikaitkan dengan ilmu atau filsafat, karena itu yang menjadi standar baik dan buruk adalah akal manusia.
4.    Moral berasal dari bahasa Latin “mores” yang berarti adat kebiasaan. Moral selalu dikaitkan dengan ajaran baik-buruk yang diterima umum atau masyarakat. Karena itu adat istiadat masyarakat menjadi standar dalam menentukan baik dan buruknya suatu perbuatan.
5.    Moral bersifat praktis, etika bersifat teoritis
6.    Moral bersifat lokal, etika bersifat umum

C.      Hubungan Akhlak dan Tingkah Laku
Jika akhlak merupakan sifat diri secara bathiniah yang bisa diketahui oleh mata hati, tingkah laku merupakan gambara diri secara lahiriah yang bisa diketahui oleh mata atau dapat kita katakan bahwa hubungan akhlak dan tingkah laku itu seperti hubungan antara yang menunjukkan dan yang ditunjukkan.[3]
Jika tingkah laku manusia itu baik serta terpuji, akhlaknya terpuji, sedangkan jika tingkah lakunya buruk serta tercela maka akhlaknya pun tercela. Ini pun terjadi bila tidak ada faktor luar yang mempengaruhi tingkah laku itu, kemudian menyebabkan tidak mengarahnya akhlak secara benar. Contohnya orang yang bersedekah karena ingin dilihat orang-orang disampingnya.
Rasulullah juga pernah bersabda “Manusia yang paling banyak dimasukkan ke dalam surga adalah manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT dan akhlak yang baik”. Akhlak itu merupakan suatu keadaan dalam diri, maksudnya ia merupakan suatu sifat dimilki aspek jiwa manusia, sebagaimana tindakan merupakan suatu sifat  bagi aspek tubuh manusia.

D.      Pembagian Akhlak
                  Akhlak dibagi menjadi dua macam :
1.        Akhlakul Karimah
Akhlakul karimah adalah akhlak yang mulia atau terpuji. Akhlak yang baik itu dilahirkan oleh sifat-sifat yang baik pula yaitu sesuai dengan ajaran Allah SWT dan rasul-rasulNya.[4] Misalnya :
a.    Bertaqwa kepada Allah SWT
       Rasulullah  bersabda yang mana artinya adalah sebagai berikut:
       “Bertaqwalah kepada Allah dimana saja kamu berada dan ikutilah suatu keburukan dengan kebaikan, niscaya akan menghapuskannya dan bergaullah dengan sesama manusia dengan akhlak yang baik”. (H.R Tirmidzi dari Abu Dzar dan Mu’adz bin Jabal)
b.    Berbuat Baik kepada Kedua Orang Tua.
       Allah SWT telah berfirman: 
Artinya:
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu tidak menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” (QS Al-Isra’ : 23). [5]

Rasulullah juga telah bersabda:
“Ridha Allah SWT itu terletak pada ridha kedua orang tua, dan murka Allah itu terletak pada murkanya kedua orang tua” (H.R Tirmidzi dari Abdullah bin ‘Amr).
c.    Suka Menolong Orang yang Lemah
Allah SWT telah berfirman dalam surat  Al-Maidah : 2
       Artinya:
“Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan taqwa. Dan jangan tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran”.[6]

Rasulullah juga telah bersabda :
“Dan Allah akan menolong hamba-Nya, selama hamba-Nya itu suka menolong saudaranya”(H.R Muslim dari Abu Hurairah)
2.        Akhlakul Madzmumah
Akhlakul madzmumah adalah akhlah tercela atau akhlak yang tidak terpuji. Akhlakul madzmumah (tercela) ialah akhlak yang lahir  dari sifat-sifat yang tidak sesuai dengan ajaran Allah SWT dan Rasul-Nya.[7] Misalnya :
a.    Musryik (Menyekutukan Allah)
Sebagaiman firman Allah SWT dalam (QS Al Maidah : 72)  yang artinya :
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata ‘sesungguhnya Allah ialah Al Masih putra Maryam’ padahal Al Masih sendiri berkata ‘ Hai Bani Israil, sembahlan Allah  Tuhanku dan Tuhanmu!’. Sesungguhnya orang-orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pastilah Allah mengharamkam surga kepadanya dan tempatnya adalah neraka. Orang-orang zalim itu tidaklah mendapat seorang penolong pun”
Rasulullah SAW juga bersabda yang artinya sebagai berikut:
“Tidaklah kalian mau kuberi tahukah sebesar-besarnya dosa besar? (beliau mengatakan demikian demikian sampai 3 kali). Para sahabat menjawab,”Tentu ya Rasulullah “. Rasulullah SAW bersabda yang demikian itu adalah musryik (menyekutukan Allah)”. (H.R Bukhari dan Muslim)
b.    Pergaulan Bebas (zina)
Allah berfirman:
Artinya:
“Dan janganlah kamu mendekati zina , sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan keji dan jalan yang buruk” (QS Al-Isra’ : 32)

Rasulullah telah bersabda yang artinya :
“Tidak ada suatu dosa pun setelah musryik (menyekutukan Allah) yang lebih besar di sisi Allah dari pada seseorang yang meletakkan spermanya kepada kamaluan perempuan yang tidak halal baginya” (H.R Ahmad dan Thabari dari Abdullah Bin Al-Harits)
c.    Meminum Minuman Keras (narkoba)
Dalam hal ini Allah SWT telah berfirman dalam surat Al-Maidah : 90, yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”. (QS Al-Maidah : 90)
Rasulullah dalam hal ini telah bersabda :
“Jauhilah minum minuman keras, karena dia merupakan kunci segala keburukan”
(H.R Al-Hakam dari Ibnu Abbas r.a)

E.       Kedudukan Akhlakul Karimah
Akhlakul karimah merupakan barometer tinggi rendahnya derajat seseorang sekalipun orang itu pandai setinggi langit, namun jika ia suka melanggar norma-norma agama maka ia tidak bisa dikatakan orang yang mulia. Akhlakul karimah tidak hanya menentukan tinggi rendahnya derajat seseorang akan tetapi mencakup pula derajat suatu bangsa. Suatu bangsa dapat dikatakan mulia karena kemuliaan dan kebesarannya, kalau mereka berakhlak jahat dan hina karena yang akan tinggal itu bukan kemewahan dan kebesarannya melainkan akhlaknya.
Oleh karena itu akhlak menjadi peninggalan kekal yang akan terhapus selama dunia di huni manusia, sedang kemewahan dan kebesaran itu akan lenyap bila bangsa itu hancur dan binasa. Lenyapnya kemuliaan suatu bangsa karena kehilangan akhlak yang baik dan utama dari mereka, demikian pula sebaliknya kekalnya suatu bangsa karena kekalnya akhlak-akhlak dari mereka. Seorang pujangga Mesir bernama Ahmad Syauqi dalam salah satu gubahannya: Sesungguhnya suatu bangsa akan menjadi jaya dan terhormat selama bangsa itu memiliki akhlak yang luhur, apabila bangsa itu telah kehilangan akhlak yang luhur, maka bangsa itu akan musnah dan hancur lembur.
Oleh karena itu masalah akhlak itu tidak bisa dianggap sepele, karena mencakup masyarakat luas, yang akan mengangkat drajat manusia ke tingkat yang semulia-mulianya, namun bila salah jalan justru akan membawa mareka kepada derajat yang serendah-rendahnya. Masalah akhlak pada masa sekarang ini pada umumnya kejahatan mengatasi kebaikan,kebatilan mengatasi kebenaran, pencemaran menjadi perbuatan yang lumrah dilakukan orang.
Pada masa sekarang orang tua sangat mengkhawatirkan moral anaknya, karena rusaknya pergaulan dikalangan manusia, khususnya pada masa remaja. Masa yang menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dipengaruhi oleh hawa nafsu dan bujukan setan. Namun manusia tidak bisa semata-mata mengandalkan teknologi dan ilmu pengetahuan ini untuk membimbingnya ke jalan kebajikan dan mengesampingkan ajaran dan tuntutan agama.
Kaum muslim sebaiknya mempraktekkan akhlakul karimah ini, karena  kedatangan Nabi Muhammad SAW adalah sebagai penyempurna akhlak yang baik dan utama. Sebagaimana diterangkan dalam sabdanya yang artinya:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (H.R Al-Hakim dari Abu Hurairah)
Sebagai anjuran bagi umatnya supaya berakhlak baik, beliau bersabda, yang artinya adalah :“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya” (H.R Tirmidzi dari Abu Hurairah)
Dan Nabi pun telah mendorong orang tua agar mengajarkan tata krama dan sopan santun kepada anak-anaknya tersebut dalam sebuah hadits yang artinya “Muliakanlah anak-anakmu dan baguskanlah budi pekerti mereka” (H.R Ibnu Majah dari Anas bin Malik)
Nabi Muhammad tidak hanya menganjurkan umatnya supaya berakhlak baik dan mulia, tetapi lebih dahulu beliau berakhlak mulia, bersopan santun dan berperangai terpuji, sehingga Allah SWT memberikan pujian kepada beliau yang belum pernah diberikannya kepada orang lain, sebagaimana diterangkan dalam firmannya :
Artinya :
Sesungguhnya engkau (Muhammad) berbudi pekerti agung (QS Al-qalam : 4)

Oleh karena itu  setiap muslim berkewajiban mendidik dirinya sendiri dan ank-anaknya supaya berakhlak baik. Dan di perguruan tinggi masalah akhlak ini perlu mendapat perhatian. Janganlah mereka hanya mementingkan ilmu pengetahuan dan teknologi saja, sedangkan akhlak tidak diperhatikan.
Ilmu pengetahuan dan teknologi serta penghidupan yang serba mewah itu, tidaklah memiliki arti apa-apa kalau mereka dan anak-anak mereka berakhlak jahat dan hina, karena ketiadaan akhlak yang baik itu bisa membawa mereka kepada kerusakan dan kerendahan. Akhlak yang baik akan memberatkan timbangan kebaikan seseorang nanti pada hari kiamat.
Rasulullah bersabda yang artinya:“Tidak ada satupun yang akan lebih memberatkan timbangan (kebaikan) seorang hamba mukmin nanti pada hari kiamat selain dari akhlak yang baik”. (H.R Tirmidzi)
            Dan orang yang paling dicintai serta dekat dengan Rasulllah SAW nanti pada hari kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya. Rasulullah menjadikan baik buruknya akhlak seseorang sebagai ukuran kualitas imannya. Hal ini bisa kita lihat pada sabda Rasulullah yang artinya adalah: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, misalnya shalat, puasa, zakat, dan haji. Sebagaiman firman Allah yang artinya : “Dan dirikan lah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.” (QS Al-Ankabut : 29:45)
Rasulullah juga pernah bersabda bahwa puasa itu bukan hanya menahan makan dan minum saja, tapi puasa itu menahan diri dari perbuatan kotor dan keji. Jika sesorang mencaci, menjahili kamu maka katakan sesungguhnya aku sedang puasa.
Dan beberapa arti dari ayat di atas kita dapat melihat adanya kaitan langsung antara shalat, puasa, haji dan zakat dengan akhlak. Seseorang yang mendirikan shalat tentu tidak akan mengerjakan segala perbuatan yang tergolong keji dan mungkar. Sebab apalah arti shalat kalau dia tetap saja mengerjakan kekejian dan kemungkaran. Seseorang yang benar-benar puasa demi mencari  ridha Allah, di samping menahan keinginannya untuk makan dan minum, tentu saja akan menahan dirinya dari segala kata-kata yang kotor dan perbuatan yang tercela. Sebab tanpa meninggalkan  perbuatan yang tercela itu dia tidak akan mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali hanya lapar dan haus semata.
Begitu juga dengan ibadah, zakat dan haji, di kaitkan oleh Allah SWT hikmahnya dengan aspek akhlak. Jadi kesimpulannya, akhlak yang baik dan diterima oleh Allah adalah buah dari ibadah yang baik atau ibadah yang baik dan diterima oleh Allah SWT tentu akan melahirkan akhlak yang baik dan terpuji. Nabi Muhammad SAW selalu berdoa agar Allah SWT membaikkan akhlak beliau. Salah satu doa beliau adalah :
“Ya Allah tunjukilah aku jalan menuju akhlak yang baik, karena sesungguhnya tidak ada yang dapat memberi petunjuk menuju jalan yang lebih baik selain engkau. Hindarilah aku dari akhlak yang buruk karena sesungguhnya tidak ada yang dapat menghindarkan aku dari akhlak yang buruk kecuali engkau”.
Di dalam alquran banyak terdapat ayat-ayat yang berhubungan dengan akhlak,baik berupa perintah untuk berakhlak yang baik serta pujian dan pahala yang diberikan kepada orang-orang yang mematuhi perintah itu, maupun larangan berakhlak yang buruk serta celaan dan dosa bagi orang-orang yang melanggar.


[1] Yunahar, Kuliah Akhlak, Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 1999
[2] Quraish shihab, Tafsir Al-Mishbah, Jakarta: lentera hati,2002
[3] Muhammad jauhari, Keistimewaan Akhlak Islam, Bandung : Pustaka Setia. 2006
[4] Ahmad Dimyan. Panduan Kuliah Agama Islam. Bandung: Sinar Baru. 2004
[5] Departemen Agama RI , Alqur’an dan Terjemahannya.
[6] Ibid,
[7] Ahmad Dimyan. Panduan Kuliah Agama Islam. Bandung: Sinar Baru. 2004

0 komentar:

Post a Comment