AKHLAK
Oleh: Edi Sucipno
Akhlak
merupakan salah satu dari tiga kerangka dasar ajaran Islam yang juga memiliki
kedudukan yang sangat penting. Akhlak merupakan buah yang dihasilkan dari
proses menerapkan akidah dan syariah. Ibarat bangunan, akhlak merupakan kesempurnaan
dari bangunan tersebut setelah fondasi dan bangunannya kuat. Jadi, tidak
mungkin akhlak ini akan terwujud pada diri seseorang jika dia tidak memiliki
aqidah dan syariah yang baik. Akhir-akhir ini istilah akhlak lebih didominasi
istilah karakter yang sebenarnya memiliki esensi yang sama, yakni sikap dan
perilaku seseorang.
Nabi Muhammad
Saw dalam salah satu sabdanya mengisyaratkan bahwa kehadirannya di muka bumi
ini membawa misi pokok untuk menyempurnakan akhlak mulia di tengah-tengah
masyarakat. Misi Nabi ini bukan misi yang sederhana, tetapi misi yang agung
yang ternyata untuk merealisasikannya membutuhkan waktu yang cukup lama, yakni
lebih dari 22 tahun. Nabi melakukannya mulai dengan pembenahan aqidah
masyarakat Arab, kurang lebih 13 tahun, lalu Nabi mengajak untuk menerapkan
syariah setelah aqidahnya mantap. Dengan kedua sarana inilah (aqidah dan
syariah), Nabi dapat merealisasikan akhlak yang mulia di kalangan umat Islam
pada waktu itu.
Tujuan dari kajian tentang akhlak ini adalah agar para mahasiswa
memiliki pemahaman yang baik tentang akhlak Islam (moral knowing), ruang
lingkupnya, dan pada akhirnya memiliki komitmen (moral feeling) untuk
dapat menerapkan akhlak yang mulia dalam kehidupan sehari-hari (moral action).
Dengan kajian ini diharapkan mahasiswa dapat memiliki sikap, moral, etika, dan
karakter keagamaan yang baik yang dapat dijadikan bekal untuk mengamalkan ilmu
yang ditekuninya di kehidupannya kelak di tengah masyarakat.
A. Arti
dan Ruang Lingkup
Secara etimologi akhlak adalah bentuk jamak dari khuluq yang
berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku dan tabi’at. Sinonim kata akhlak
adalah budi pekerti, tata krama, sopan santun, moral dan etika.[1]
Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak adalah kebiasaan,
kehendak. Di dalam Ensiklopedi pendidikan bahwa akhlak adalah budi pekerti,
watak, kesusilaan yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap Khaliknya
dan terhadap sesama manusia.
Secara epistemologi atau istilah akhlak bisa diartikan berbagai
perspektif sesuai dengan para ahli tasawuf diantaranya :
1.
Menurut
Ibnu Maskawaih akhlak adalah “Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih
dahulu)”.
2.
Menurut Imam Al-Ghozali akhlak adalah suatu sifat
yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan
mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu)”.
3.
Menurut
Prof. Dr. Ahmad Amin bahwa yang disebut akhlak “Adatul-Iradah” atau kehendak
yang dibiasakan. “Sementara orang membuat definisi akhlak, bahwa yang disebut
akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya bahwa kehendak itu bila
membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinakamakan akhlak.”
Sehingga Prof. KH. Farid Ma’ruf membuat kesimpulan tentang definisi
akhlak ini sebagai “Kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan
mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu”.
Jadi pada hakekatnya akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang
telah menetap dalam jiwa dan kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai
macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa
pemikiran.
Menurut Jamil Salibah (ahli bahasa Arab kontemporer asal Suriah),
adalah akhlak yang baik dan ada yang buruk. Akhlak yang baik disebut adab.
Kata adab juga digunakan dalam arti etika yaitu tata cara sopan santun
dalam masyarakat guna memelihara hubungan baik antar mereka.
Para ulama berbeda pendapat tentang apakah akhlak yang lahir dari
manusia merupakan hal pendidikan dan latihan ataukah pembawah sejak lahir.
Sebagian mengatakan bahwa akhlak merupakan pembawah sejak lahir orang yang
bertingkah laku baik atau buruk karena pembawanya sejak lahir. Karenanya,
akhlak tidak bisa diubah melalui pendidikan atau latihan. Pandangan ini
dipegang oleh kaum Jabariah, salah satu aliran dalam teologi islam. Sebagian
lain berpendapat bahwa akhlak merupakan hasil pendidikan. Karenanya, akhlak
bisa diubah melalui pendidikan, dan itulah sebabnya mengapa Rasulullah SAW
“diutus untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Malik). Pendapat ini dipegang oleh
kebanyakan ulama . Ibnu Maskawaih, ketika mengeritik pandangan pertama,
mengatakan bahwa pandangan negatif tersebut antara lain akan memebuat segalah
bentuk normal dan bimbingan jadi tertolak, orang jadi tunduk pada kekejaman dan
kelaliman, serta anak-anak jadi liar karena tubuh dan perkembangan tanpa
nasihat dan pendidikan.
Menurut Quraish Shihab, meskipun kedua potensi ini terdapat dalam
diri manusia, ada isyarat dalam Al-Qur’an bahwa manusia pada dasarnya cenderung
pada kebajikan. Didalam Al-Qur’an diuraikan bahwa iblis menggoda Adam, lalu
adam durhaka kepada Tuhan. Sebelum digoda iblis, Adam tidak durhaka artinya ia
tidak melakukan sesuatu yang buruk akibat godaan itu, adam menjadi sesat,
tetapi kemudian bertobat kepada tuhan sehingga kembali kepada kesuciannya.[2]
Seseorang yang memberikan pertolongan kepada orang lain belumlah
dapat dikatakan ia seorang yang berakhlak baik. Apabila ia melakukan hal
tersebut karena dorongan oleh hati yang tulus, ikhlas, dari rasa kebaikannya/
kasihannya sesama manusia maka ia dapat dikatakan berakhlak dan berbudi pekerti
yang baik. Akhlak biasanya bersifat spontan, Contoh sifat spontan akhlak adalah
apabila ada seseorang yang menyumbang dalam jumlah besar untuk pembangunan
mesjid setelah mendapat dorongan dari seorang da’i (yang mengemukakan ayat-ayat
dan hadist-hadist tentang keutamaan membangun mesjid di dunia), maka orang tadi
belum bisa dikatakan mempunyai sifat pemurah, karena kemurahannya itu lahir
setelah mendapat dorongan dari luar dan belum tentu muncul lagi pada kesempatan
yang lain. Boleh jadi tanpa dorongan seperti itu, dia tidak akan menyumbang.
Dari keterangan di atas jelaslah bagi kita bahwa akhlak itu bersifat spontan
dan tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar.
Kata akhlak
dipakai untuk perbuatan terpuji dan perbuatan tercela. Oleh karena itu akhlak
memerlukan batasan agar bisa dikatakan akhlak terpuji/akhlak tercela.
B.
Perbedaan
Akhlak, Etika dan Moral.
Akhlak juga dikenal dengan istilah etika dan moral. Ketiga istilah
itu sama-sama menentukan nilai baik dan buruk sikap dan perbuatan manusia.
Akhlak itu ada yang bersifat tabrat / alami, maksudnya bersifat fitrah sebagai
pembawaan sejak lahir, misalnya sabar, penyayang, malu, sebagaimana di dalam
Hadistt Abdil Qais disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW berkata kepadaku
“sesungguhnya pada diri kamu ada dua tabiat yang di sukai Allah”, Aku berkata
“Apa yang dua itu ya Rasulullah?”, Rasulullah SAW menjawab “Sabar dan malu”.
Perbedaan antara Akhlak, Etika, dan Moral adalah:
1.
Akhlak
bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Tidak bersifat lokal dan temporal
tetapi universal dan abadi/kontinuitas.
2.
Akhlak
praktis sesuai dengan fitrah manusia
3.
Etika
adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu
masyarakat tertentu. Etika lebih banyak dikaitkan dengan ilmu atau filsafat,
karena itu yang menjadi standar baik dan buruk adalah akal manusia.
4.
Moral
berasal dari bahasa Latin “mores” yang berarti adat kebiasaan. Moral
selalu dikaitkan dengan ajaran baik-buruk yang diterima umum atau masyarakat.
Karena itu adat istiadat masyarakat menjadi standar dalam menentukan baik dan
buruknya suatu perbuatan.
5.
Moral
bersifat praktis, etika bersifat teoritis
6.
Moral
bersifat lokal, etika bersifat umum
C.
Hubungan Akhlak dan Tingkah Laku
Jika akhlak merupakan sifat diri secara bathiniah yang bisa
diketahui oleh mata hati, tingkah laku merupakan gambara diri secara lahiriah
yang bisa diketahui oleh mata atau dapat kita katakan bahwa hubungan akhlak dan
tingkah laku itu seperti hubungan antara yang menunjukkan dan yang ditunjukkan.[3]
Jika tingkah laku manusia itu baik serta terpuji, akhlaknya
terpuji, sedangkan jika tingkah lakunya buruk serta tercela maka akhlaknya pun
tercela. Ini pun terjadi bila tidak ada faktor luar yang mempengaruhi tingkah
laku itu, kemudian menyebabkan tidak mengarahnya akhlak secara benar. Contohnya
orang yang bersedekah karena ingin dilihat orang-orang disampingnya.
Rasulullah juga pernah bersabda “Manusia yang paling banyak
dimasukkan ke dalam surga adalah manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT dan
akhlak yang baik”. Akhlak itu merupakan suatu keadaan dalam diri, maksudnya ia
merupakan suatu sifat dimilki aspek jiwa manusia, sebagaimana tindakan
merupakan suatu sifat bagi aspek tubuh
manusia.
D. Pembagian
Akhlak
Akhlak dibagi menjadi dua macam :
1.
Akhlakul Karimah
Akhlakul
karimah adalah akhlak yang mulia atau terpuji. Akhlak yang baik itu dilahirkan
oleh sifat-sifat yang baik pula yaitu sesuai dengan ajaran Allah SWT dan
rasul-rasulNya.[4] Misalnya
:
a. Bertaqwa kepada Allah
SWT
Rasulullah bersabda yang mana artinya adalah sebagai
berikut:
“Bertaqwalah kepada
Allah dimana saja kamu berada dan ikutilah suatu keburukan dengan kebaikan,
niscaya akan menghapuskannya dan bergaullah dengan sesama manusia dengan akhlak
yang baik”. (H.R Tirmidzi dari Abu Dzar dan Mu’adz bin Jabal)
b. Berbuat Baik kepada
Kedua Orang Tua.
Allah SWT telah
berfirman:
Artinya:
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu tidak
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai
berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” (QS Al-Isra’ :
23). [5]
Rasulullah juga telah bersabda:
“Ridha Allah SWT itu terletak pada ridha kedua orang tua, dan murka
Allah itu terletak pada murkanya kedua orang tua” (H.R Tirmidzi dari Abdullah
bin ‘Amr).
c. Suka Menolong
Orang yang Lemah
Allah SWT telah berfirman dalam surat Al-Maidah :
2
Artinya:
“Dan
tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan taqwa. Dan jangan tolong
menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran”.[6]
Rasulullah juga telah bersabda :
“Dan Allah akan menolong hamba-Nya, selama hamba-Nya itu suka
menolong saudaranya”(H.R Muslim dari Abu Hurairah)
2.
Akhlakul Madzmumah
Akhlakul madzmumah
adalah akhlah tercela atau akhlak yang tidak terpuji. Akhlakul madzmumah
(tercela) ialah akhlak yang lahir dari
sifat-sifat yang tidak sesuai dengan ajaran Allah SWT dan Rasul-Nya.[7]
Misalnya :
a. Musryik (Menyekutukan
Allah)
Sebagaiman firman Allah SWT dalam (QS Al Maidah : 72) yang artinya :
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata ‘sesungguhnya
Allah ialah Al Masih putra Maryam’ padahal Al Masih sendiri berkata ‘ Hai Bani
Israil, sembahlan Allah Tuhanku dan
Tuhanmu!’. Sesungguhnya orang-orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan)
Allah, maka pastilah Allah mengharamkam surga kepadanya dan tempatnya adalah
neraka. Orang-orang zalim itu tidaklah mendapat seorang penolong pun”
Rasulullah SAW juga bersabda yang artinya sebagai berikut:
“Tidaklah kalian mau kuberi tahukah sebesar-besarnya dosa besar?
(beliau mengatakan demikian demikian sampai 3 kali). Para sahabat
menjawab,”Tentu ya Rasulullah “. Rasulullah SAW bersabda yang demikian itu
adalah musryik (menyekutukan Allah)”. (H.R Bukhari dan Muslim)
b. Pergaulan Bebas (zina)
Allah berfirman:
Artinya:
“Dan
janganlah kamu mendekati zina , sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
keji dan jalan yang buruk”
(QS Al-Isra’ : 32)
Rasulullah telah bersabda yang artinya :
“Tidak ada suatu dosa pun setelah musryik (menyekutukan Allah) yang
lebih besar di sisi Allah dari pada seseorang yang meletakkan spermanya kepada
kamaluan perempuan yang tidak halal baginya” (H.R Ahmad dan Thabari dari
Abdullah Bin Al-Harits)
c. Meminum Minuman
Keras (narkoba)
Dalam hal ini Allah SWT telah berfirman dalam surat Al-Maidah : 90,
yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamar,
berjudi, berkorban untuk berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah
perbuatan keji yang termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan itu agar
kamu mendapat keberuntungan”. (QS Al-Maidah : 90)
Rasulullah dalam hal ini telah bersabda :
“Jauhilah minum minuman keras, karena dia merupakan kunci segala
keburukan”
(H.R Al-Hakam dari Ibnu Abbas r.a)
E. Kedudukan
Akhlakul Karimah
Akhlakul
karimah merupakan barometer tinggi rendahnya derajat seseorang sekalipun orang
itu pandai setinggi langit, namun jika ia suka melanggar norma-norma agama maka
ia tidak bisa dikatakan orang yang mulia. Akhlakul karimah tidak hanya
menentukan tinggi rendahnya derajat seseorang akan tetapi mencakup pula derajat
suatu bangsa. Suatu bangsa dapat dikatakan mulia karena kemuliaan dan
kebesarannya, kalau mereka berakhlak jahat dan hina karena yang akan tinggal
itu bukan kemewahan dan kebesarannya melainkan akhlaknya.
Oleh karena itu
akhlak menjadi peninggalan kekal yang akan terhapus selama dunia di huni
manusia, sedang kemewahan dan kebesaran itu akan lenyap bila bangsa itu hancur
dan binasa. Lenyapnya kemuliaan suatu bangsa karena kehilangan akhlak yang baik
dan utama dari mereka, demikian pula sebaliknya kekalnya suatu bangsa karena
kekalnya akhlak-akhlak dari mereka. Seorang pujangga Mesir bernama Ahmad Syauqi
dalam salah satu gubahannya: Sesungguhnya suatu bangsa akan menjadi jaya dan
terhormat selama bangsa itu memiliki akhlak yang luhur, apabila bangsa itu
telah kehilangan akhlak yang luhur, maka bangsa itu akan musnah dan hancur
lembur.
Oleh karena itu
masalah akhlak itu tidak bisa dianggap sepele, karena mencakup masyarakat luas,
yang akan mengangkat drajat manusia ke tingkat yang semulia-mulianya, namun
bila salah jalan justru akan membawa mareka kepada derajat yang
serendah-rendahnya. Masalah akhlak pada masa sekarang ini pada umumnya
kejahatan mengatasi kebaikan,kebatilan mengatasi kebenaran, pencemaran menjadi
perbuatan yang lumrah dilakukan orang.
Pada masa
sekarang orang tua sangat mengkhawatirkan moral anaknya, karena rusaknya
pergaulan dikalangan manusia, khususnya pada masa remaja. Masa yang menunjukkan
bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dipengaruhi oleh hawa nafsu dan
bujukan setan. Namun manusia tidak bisa semata-mata mengandalkan teknologi dan
ilmu pengetahuan ini untuk membimbingnya ke jalan kebajikan dan mengesampingkan
ajaran dan tuntutan agama.
Kaum muslim
sebaiknya mempraktekkan akhlakul karimah ini, karena kedatangan Nabi Muhammad SAW adalah sebagai
penyempurna akhlak yang baik dan utama. Sebagaimana diterangkan dalam sabdanya
yang artinya:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”
(H.R Al-Hakim dari Abu Hurairah)
Sebagai anjuran
bagi umatnya supaya berakhlak baik, beliau bersabda, yang artinya adalah
:“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik
akhlaknya” (H.R Tirmidzi dari Abu Hurairah)
Dan Nabi pun
telah mendorong orang tua agar mengajarkan tata krama dan sopan santun kepada
anak-anaknya tersebut dalam sebuah hadits yang artinya “Muliakanlah anak-anakmu
dan baguskanlah budi pekerti mereka” (H.R Ibnu Majah dari Anas bin Malik)
Nabi Muhammad
tidak hanya menganjurkan umatnya supaya berakhlak baik dan mulia, tetapi lebih
dahulu beliau berakhlak mulia, bersopan santun dan berperangai terpuji,
sehingga Allah SWT memberikan pujian kepada beliau yang belum pernah
diberikannya kepada orang lain, sebagaimana diterangkan dalam firmannya :
Artinya
:
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) berbudi
pekerti agung” (QS Al-qalam : 4)
Oleh karena
itu setiap muslim berkewajiban mendidik
dirinya sendiri dan ank-anaknya supaya berakhlak baik. Dan di perguruan tinggi
masalah akhlak ini perlu mendapat perhatian. Janganlah mereka hanya
mementingkan ilmu pengetahuan dan teknologi saja, sedangkan akhlak tidak diperhatikan.
Ilmu
pengetahuan dan teknologi serta penghidupan yang serba mewah itu, tidaklah
memiliki arti apa-apa kalau mereka dan anak-anak mereka berakhlak jahat dan
hina, karena ketiadaan akhlak yang baik itu bisa membawa mereka kepada
kerusakan dan kerendahan. Akhlak yang baik akan memberatkan timbangan kebaikan
seseorang nanti pada hari kiamat.
Rasulullah bersabda
yang artinya:“Tidak ada satupun yang akan lebih memberatkan timbangan
(kebaikan) seorang hamba mukmin nanti pada hari kiamat selain dari akhlak yang
baik”. (H.R Tirmidzi)
Dan orang yang
paling dicintai serta dekat dengan Rasulllah SAW nanti pada hari kiamat adalah
orang yang paling baik akhlaknya. Rasulullah menjadikan baik buruknya akhlak
seseorang sebagai ukuran kualitas imannya. Hal ini bisa kita lihat pada sabda Rasulullah
yang artinya adalah: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang
paling baik akhlaknya, misalnya shalat, puasa, zakat, dan haji. Sebagaiman
firman Allah yang artinya : “Dan dirikan lah shalat, sesungguhnya shalat itu
mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.” (QS Al-Ankabut : 29:45)
Rasulullah juga pernah bersabda bahwa puasa itu bukan hanya menahan
makan dan minum saja, tapi puasa itu menahan diri dari perbuatan kotor dan
keji. Jika sesorang mencaci, menjahili kamu maka katakan sesungguhnya aku
sedang puasa.
Dan beberapa arti dari ayat di atas kita dapat melihat adanya
kaitan langsung antara shalat, puasa, haji dan zakat dengan akhlak. Seseorang
yang mendirikan shalat tentu tidak akan mengerjakan segala perbuatan yang
tergolong keji dan mungkar. Sebab apalah arti shalat kalau dia tetap saja
mengerjakan kekejian dan kemungkaran. Seseorang yang benar-benar puasa demi
mencari ridha Allah, di samping menahan
keinginannya untuk makan dan minum, tentu saja akan menahan dirinya dari segala
kata-kata yang kotor dan perbuatan yang tercela. Sebab tanpa meninggalkan perbuatan yang tercela itu dia tidak akan
mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali hanya lapar dan haus semata.
Begitu juga dengan ibadah, zakat dan haji, di kaitkan oleh Allah
SWT hikmahnya dengan aspek akhlak. Jadi kesimpulannya, akhlak yang baik dan
diterima oleh Allah adalah buah dari ibadah yang baik atau ibadah yang baik dan
diterima oleh Allah SWT tentu akan melahirkan akhlak yang baik dan terpuji.
Nabi Muhammad SAW selalu berdoa agar Allah SWT membaikkan akhlak beliau. Salah
satu doa beliau adalah :
“Ya Allah tunjukilah aku jalan menuju akhlak yang baik, karena
sesungguhnya tidak ada yang dapat memberi petunjuk menuju jalan yang lebih baik
selain engkau. Hindarilah aku dari akhlak yang buruk karena sesungguhnya tidak
ada yang dapat menghindarkan aku dari akhlak yang buruk kecuali engkau”.
Di dalam alquran banyak terdapat ayat-ayat yang berhubungan dengan
akhlak,baik berupa perintah untuk berakhlak yang baik serta pujian dan pahala
yang diberikan kepada orang-orang yang mematuhi perintah itu, maupun larangan
berakhlak yang buruk serta celaan dan dosa bagi orang-orang yang melanggar.
[1] Yunahar, Kuliah Akhlak, Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 1999
[2] Quraish shihab, Tafsir Al-Mishbah, Jakarta: lentera
hati,2002
[3] Muhammad jauhari, Keistimewaan Akhlak Islam, Bandung :
Pustaka Setia. 2006
[4] Ahmad Dimyan. Panduan Kuliah Agama Islam. Bandung:
Sinar Baru. 2004
[5] Departemen Agama RI , Alqur’an
dan Terjemahannya.
[6] Ibid,
[7] Ahmad Dimyan. Panduan Kuliah Agama Islam. Bandung:
Sinar Baru. 2004
0 komentar:
Post a Comment